Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Suku : Zingiberaceae

Kandungan kimia
Zat warna kuning 1-2% (kurkumin dan monodesmetoksi-kurkumin). Minyak atsiri 5% (dengan komponen utama 1-Siklo-isoprenemirsen 85%) kurkuminoid, yang terdiri dari 1,2-2% kurkumin dan mono-desmetoksikurkumin). Komponen minyak atsiri lainnya : b-kurkumen ar-kurkumene, xantorrhizol, germakron.10,17)
Kurkumin, atau bis-(4-hidroksi-3-metoksi-sinamoil)-metan, C21H20O6 (yang juga dikenal sebagai diferuloil-metan) adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air atau eter, larut dalam alkohol. Dalam larutan basa kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna merah kecoklatan yang apabila ditambahkan larutan asam akan berubah warna menjadi kuning.9,15)
Kurkumin, mono dan bisdesmetoksi-kurkumin memiliki sifat sebagai anti-oksidan.18)
Efek biologik
Data penelitian pada hewan uji (anjing) menunjukkan bahwa mempunyai sifat merangsang produksi empedu dan sekresi pankreas.4) Kurkumin dan komponen minyak atsiri yaitu p-toilmetil karbinol memberikan efek sinergis. Minyak atsiri mempunyai sifat koleretik. Tidak adanya bisdesmetoksi-kurkumin di dalam temu lawak menunjang efek tersebut karena pada pemberian secara intravena senyawa ini pada tikus akan menurunkan sekresi empedu.11)
Pada uji klinik menunjukkan bahwa eks-trak temulawak mempunyai efek menaikkan sekresi empedu dan pankreas.4) Pemberian ekstrak temulawak dalam etanol 50% pada hewan uji menunjukkan bahwa ekstrak tersebut dapat memperbaiki kerusakan sel parenkim hati yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida dan o-galaktosamin.4) Seduhan temu lawak 400 dan 800 mg/kg.BB. yang diberikan selama 6 hari serta pada dosis 200, 400 dan 800 mg/kg.BB. selama 14 hari dapat menurunkan aktivitas GPT serum dan luas daerah nekrosis akibat pemberian parasetamol dosis hepatotoksik.
Cairan infus temulawak yang diberikan pada dosis rendah berulang kali akan mempercepat kerja usus halus. Sebaliknya pada dosis yang lebih besar akan menghambat atau menghentikan kerja usus halus hewan uji.4) Pemberian serbuk temulawak pada anjing dengan dosis 400 mg/kg selama 3-7 hari dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan sel hati.4) Efek yang sama juga ditimbulkan oleh pemberian 0,1 - 0,5 % kurkumin selama 7 hari pada tikus putih betina.

Kurkumin, natrium kurkuminat dan turunan semisintetiknya feruloil 4-hidroksi-sinamoilmetan dan bis-4-hidroksinamo-ilmetan mempunyai efek antiradang pada hewan uji. Disebutkan juga senyawa tersebut dapat menurunkan SGPT yang semula kadarnya meningkat pada proses peradangan. Pada percobaan juga diketahui bahwa sifat toksisitas kurkumin dan turunannya terhadap sel darah dan kemungkinan timbulnya ulkus (efek ulserogenik) tidak ditemukan.4)

Rebusan rimpang temulawak pada dosis yang setara dengan 1 kali dan 10 kali dosis yang lazim, mempunyai efek diuretik dengan daya kurang lebih separuh dari daya diuretik hidroklorotiasida 1,6 mg/kg.BB. Ekstrak eter temulawak mempunyai efek anti jamur terhadap Microsporum canis, Trichophyton violaceum dan Microsporum gypseum juga terhadap pertumbuhan Candida albican tetapi efeknya lemah.8)

Senyawa ester etil sinamat begitu pula para metoksisinamat mempunyai daya insektisida terhadap larva Spodoptera lettoralis pada konsentrasi 2 l. Senyawa lain yang berperan sebagai insektisida adalah xantorhizol, ar-kurkumene, germakron, furanodienon.10)

Efek yang tidak diinginkan
Dosis besar atau pemberian jangka lama akan mengakibatkan iritasi membaran mukosa lambung yang menyebabkan timbulnya rasa mual.
Pemberian kepada pasien penderita batu empedu mengandung resiko terjadi pe-nyumbatan saluran empedu.18)

Dosis
Untuk pelancar ASI digunakan 20 gram rimpang segar, diparut, diperas airnya lalu disaring. Hasil saringan ditambah 2 sendok makan madu, diaduk lalu diminum sehari dua kali, pagi dan sore.14)
Untuk minuman penyegar digunakan 0,5 - 1 gram serbuk rimpang yang kasar (tidak terlalau halus) direbus dengan 1-2 gelas air hingga diperoleh 1 gelas rebusan temulawak, kemudian disaring. Untuk merangsang produksi empedu diminum sebanyak 1 cangkir penuh untuk selama sehari. Untuk perut kembung dan merangsang keluarnya angin perut secangkir rebusan diminum sebelum atau selama makan.18)

Kegunaan di masyarakat
Secara tradisional rimpang temulawak digunakan untuk peluruh batu empedu, pelancar ASI, pelancar pencernaan, penurun panas, peluruh batu ginjal, menurunkan kolesterol, dan anti jerawat. Di masyarakat, biasanya digunakan sebagai penambah nafsu makan.1,17)

Cara pemakaian di masyarakat
Mengobati jerawat
Rimpang temu lawak 1 jari, asam-trengguli 2 jari, gula enau 2 jari, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan air bersih 5 gelas sehingga hanya tinggal kira-kira 1/2nya. Sesudah dingin disaring lalu diminum (2 - 3 x sehari ¾ gelas).6)

Mengobati kencing batu
Rimpang temu lawak 1 jari, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan air bersih 3 gelas sehingga hanya tinggal kira-kira 3/4nya, sesudah dingin disaring lalu diminum dengan madu seperlunya (3 x sehari masing-masing ¾ gelas).6)

Mengobati luka bakar
Rimpang temu lawak ¾ jari, asam trengguli 3 jari, gula enau 3 jari, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan air bersih 4 ½ gelas sehingga hanya tinggal kira-kira 1/2nya, sesudah dingin disaring lalu diminum (3 x sehari ¾ gelas).6)

Mengobati luka bernanah
Rimpang temu lawak 1 jari, asam trengguli 3 jari, asam lama 2 jari, kulit laban 1 jari, botrowali ¾ jari, gula enau 3 jari, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan air bersih 1 gelas sehingga hanya tinggal 1/2nya, sesudah dingin disaring lalu diminum (3 x sehari ¾ gelas).6)

Deskripsi
Perawakan : Herba tegak, menahun, tinggi lebih 2 m. Rimpang (Rhizome): berkembang, rimpang induk bentuk bulat telur, bercabang, kulit luar coklat muda, daging kuning-jingga, memiliki umbi akar, aromatik.
Batang : Batang semu tersusun dari pelepah-pelepah daun, warna hijau.
Daun: tunggal, 2-9 buah, helaian bentuk bulat memanjang - lanset, terlebar di bagian tengah, kadang-kadang tidak, panjang 2,5 - 5 x lebar, pangkal simetri, runcing, atau decureat, ujung meruncing, berambut atau tidak, hijau dengan warna merah-ungu di kanan kiri sepanjang ibu tulang daun, terbesar 31 - 84 cm x 10 - 18 cm, tangkai daun gundul, 43 - 80 cm atau lebih. Bunga: susunan majemuk bulir muncul dari rimpang induk (empu), panjang 2-3 kali lebar (9 - 23 cm x 4 - 6 cm), tangkai karangan berambut, diameter 3-6 mm, panjang 10 - 37 cm, dan bendera tanpa helaian 8-12 cm x 2 - 3 cm, jumlah 4 pada tangkai induk dekat pangkal, lainnya 7 - 17 cm x 2 - 2,5 cm. Daun pelindung jumlahnya banyak, berlekatan separo bagian, ukuran dari pangkal ke ujung bertambah, 3 - 8 cm x 1,5 - 3,5 cm.
Kelopak : 3, berambut, gigi kelopak putih atau putih berpola merah, 8 - 13 mm, gigi tidak sama, lebar atau sempit, tumpul atau runcing. Mahkota: 3, panjang total 4,5 cm, tabung mahkota putih atau kekuningan, daun mahkota 1,5 - 2 cm, kerongkongan merah terang atau merah coklat, lobus bulat telur atau bulat memanjang, tumpul, putih - putih dengan ujung merah, merah, kuning-lemon. Benang sari: 1 fertil, 5 menjadi staminodia, staminodia bulat telur terbalik, kuning terana, 12 - 16 mm x 10 - 15 mm, tangkai 3 - 4,5 x 2,5 - 4,5 mm. Kepala sari putih, 6 mm. Putik: Bakal buah 3 ruang, berambut, tangkai gundul, kepala putik berbibir.
Biji: berarilus, di dasar buah berlendir.2)

Waktu berbunga : Agustus - Mei (Umumnya September - Desember)
Distribusi : Di Jawa pada elevasi 5 - 750 m.dpl., Di hutan jati, sisa-sisa rumput-rumputan, tempat berbatu, secara umum dibudidaya.
Keanekaragaman : Secara morfologi memiliki variasi morfologi yang sempit.

Sifat khas
Pada bentuk rimpang, dan warna rimpang kuning keemasan. Rimpang merupakan bahan jamu, zat avarua dan aroma.

Budidaya
Temulawak tumbuh tersebar luas di Indo-nesia, di Jawa tumbuh liar di hutan-hutan jati, di tanah yang kering dan padang ilalang atau sengaja ditanam di tagalan. Tanaman ini tumbuh pada ketinggian 5-1500 m di atas permukaan laut. Curah hujan optimum 1000 - 2000 mm per tahun, tidak tahan penggenangan. Temulawak merupakan tanaman yang menyukai lingkungan gelap dan lembab tetapi tidak terlalu tergantung pada kondisi tanah. Untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan yang subur dan gembur, dengan iklim tipe A, B dan C. Rentang toleransi untuk pertumbuhan berkisar antara 19-350C.1,3)
Untuk memperbanyak tanaman digunakan rimpang yang sudah cukup tua dari tanaman yang sudah berumur 9 bulan atau tanaman yang sudah gugur daunnya. Potongan bibit rimpang yang mengandung 2-3 tunas dan dijemur selama kurang lebih satu minggu antara jam 8:00 - 12:00 akam memberikan hasil yang lebih tinggi jika dibanding dengan bibit segar. Jarak masing-masing bibit adalah 60 x 60 cm. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara mencangkul atau menggarap kira-kira 1 bulan sebelum tanam. Penanaman dengan kedalaman 23-30 cm serta dibuatkan bedengan setinggi 30 cm, panjang 4 m dan lebarnya 2 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 20-40 cm dan dipupuk dengan pupuk kandang. Pemupukan dengan pupuk kandang dilakukan 2 minggu sebelum tanam, kemudian 4 bulan dan 6 bulan setelah tanam. Pemeliharaan tanaman temulawak terutama berupa penyiangan yang tergantung ada tidaknya gulma. Panenan dilakukan pada umur 9 bulan setelah bagian tanaman yang berada di atas tanah mengering atau gugur. Pada dataran rendah (240 m dari permukaan air laut) produksi rimpang segar dan patinya akan tinggi; sebaliknya kadar minyak atsiri tertinggi (1,63%) diperoleh di daerah pada ketinggian 1200 m di atas permukaan laut.1,3,4)
Percobaan budidaya kultur jaringan di laboratorium menunjukkan bahwa dalam medium Ringe dan Nitsch tanpa hormon tidak terbentuk organ tanaman, kalus akan terbentuk kalau tunas tanaman ditanam pada medium yang ditambahkan 10 mg BA/l dan 5 mg NAA/l. Kalau tunas ditanam pada medium dengan 1 mg BA/l dan 1 mg NAA/l akan terbentuk akar dan batang.7)
Penanaman dilakukan dengan cabang-cabang rimpang dengan 1-2 mata tunas yang ditanamkan pada tanah yang digemburkan dengan kedalaman 5-71/2 cm dan jarak tanam 25-30 cm.5)

Pustaka
  1. Anonim, 1985, Materia Medika Indo-nesia., Jilid I., Departemen Kesehatan RI., Jakarta., P.70.
  2. Backer, C.A., & Bakhuizen, R.C.B., 1968, Flor of Java, Vol II & III, P.Noordhoff, Groningen.
  3. Djakamihardja S., P. Setyadiredja dan Sudjono, 1985, Budidaya Temulawak (Curcuma xanthorrihiza Roxb.) dan Prospek Pengembangannya di Indonesia., dalam Proceedings Simposium Nasional Temulawak. UNPAD., Bandung.
  4. Hadi, S., 1985, Manfaat temu lawak ditinjau dari segi kedokteran, Proceedings Simposium National Temulawak, UNPAD., Bandung.
  5. Ika Rochdjatun Sastrahidajat & Soemarno, 1991, Budidaya Tanaman Tropika., Usaha Nasional., Surabaya., P.131.
  6. Mardisiswojo, S., & Rajakmangunsu-darso, H., 1987, Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang, Balai Pustaka, Jakarta.
  7. Mukri, Z., Baehaki, A. dan Soedigdo, P., 1985, Kultur Jaringan temu lawak (Curcuma xanthorizaTMRoxb.) Proceeding Simposium Nasional Temulawak, UNPAD , Bandung.
  8. Oei Ban Liang dkk., 1986, Efek koleretik dan anti kapang komponen Curcuma xanthorrhiza Roxb, Curcuma domestica Val., Konggres Ilmiah VI ISFI, Yogyakarta.
  9. Osol A., & Farrar GE., 1955, The Dispensatory of The United States of America., 25th Ed., J.B. Lippingcott Co., Philadelphia., USA., P.1659.
  10. Pandji C., C. Grimm, V. Wray, L. Witte, P. Proksch, 1993, "Insecticidal Constituents from Species of the Zingiberaceae"., Phytochemistry.
  11. Paris, R.R; Moyse M.H; 1981 Matiere Medicale Tome II, Masson, Paris.
  12. Prana,MS.,1985 Beberapa Aspek Biologi Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)., dalam Procceeding Simposium Nasional Temulawak., UNPAD., Bandung.
  13. Sastrapradja S., M. Asy'ari, E. Djajasukma, E. Kasim, I. Lunis, S.H. Aminah L., 1978, Tumbuhan Obat., Lembaga Biologi Nasional., LIPI., Bogor.
  14. Sri Sugati S., & J.R. Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia., Balitbang Kesehatan., DepKes RI., Jakarta., p. 192-193.
  15. Stecher P.G. (Editor), 1968, The Merck Index: an Encyclopedia of Chemicals and Drugs., Merck & Co, Inc. USA., P.305.
  16. Tjitrosoepomo G; 1994, Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan., Gadjah Mada University Press. P.429.
  17. Wagner H; 1993, Pharmazeutische Biologie. 5. Aufl. Gustav-Fischer Verlag, p.103.
  18. Wichtl, M., 1994, Herbal Drugs and Phytopharmacochemistry., MedPhar Scientific Publishers., CRC-Press., p. 176-178.

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites