Evaporator recycling solvent

Alat penguapan pelarut hasil ekstraksi bahan obat alam/jamu.

Bengkel peralatan produk herbal

Suasana bengkel "Lansida Group"

Berbagai kapasitas alat suling minyak atsiri

Perlengkapan alat destilasi Lansida Group siap packing yang akan dikirim ke alamat customer.

Alat suling minyak atsiri skala rumah tangga

Salah satu produk alat suling type kukus kohobasi skala rumah tangga.

Analisis Diazepam dalam Darah


Diazepam (Valium) merupakan turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-choro-1,3-dihydro-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-on, rumus kimianya biasa ditulis dengan C23H27N. Senyawa golongan psikotropika ini berbentuk kristal agak kekuningan yang tidak larut air. Nama brand diazepam dalam sediaan tunggal antara lain Valium®, Valisanbe®, Validex® dan Stesolid® dengan kemasan 2 mg, 5 mg dan 10 mg. Ada juga dalam sediaan campuran/kombinasi seperti Metaneuron®, Danalgin® dan Neurodial®.
Diazepam termasuk obat  antiansietas, antikonvulsan, dan sedatif. Mempunyai Indikasi untuk status epileptikus, ansietas atau insomnia, konvulsi akibat keracunan, kejang demam, dan sebagai obat penenang.

Uji farmakokinetika menunjukkan absorpsi diazepam dengan cepat secara lengkap setelah pemberian peroral dengan konsentrasi puncak dalam plasma yang dicapai pada menit ke 15-90 pada dewasa dan menit ke-30 pada anak-anak. Bioavailabilitas obat dalam bentuk sediaan tablet adalah 100%. Range t1/2­  diazepam antara 20-100 jam dengan rata-rata t1/2­nya adalah 30 jam,  sedang waktu paruh bervariasi antara 20 - 50 jam.
Didalam tubuh, diazepam dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam. Sedang waktu paruh desmetil-diazepam bervariatif sampai 100 jam tergantung usia dan kondisi fungsi hati.

Cara penetapan kadar diazepam dalam darah adalah dengan menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Prinsip cara uji diazepam ini adalah dengan mengekstraksi menggunakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Kemudian sampel yang sudah melalui proses  preparasi selanjutnya diinjeksikan ke sistem HPLC.

Bahan Preparasi :
Rumus Bangun Diazepam
  1. Bufer fosfat 10 mM, yang dibuat dengan melarutkan 680 mg KH2PO4 dalam 1 liter air, pH diatur 2,6 dengan menambah asam orto-fosfat pekat. 
  2. Bufer ammonia, dibuat dengan ammonium sulfat jenuh yang diencerkan dengan air hingga konsentrasi 25% lalu pH-nya diatur 9,5 dengan ammonia 25%. 
  3. Kloroform 
  4. Isoropanol 
  5. n-heptan 
  6. Tetrahidrofuran (THF) 
  7. Metanol 
  8. Air
Peralatan yang dipakai :
  1. Seperangkat alat HPLC 
  2. Neraca analitik 
  3. pH-meter 
  4. Alat sentrifuge
Prosedur Penyiapan (preparasi) Larutan Sampel :
  1. Sebanyak 2 mL darah atau 2 mL plasma ditambah dengan 2 mL buffer ammonia, 5 mL campuran kloroform-isopropanol-n-heptan dengan perbandingan 60:14:26.
  2. Campuran digojog secara horizontal selama 10 menit, lalu disentrifus dengan kecepatan 2800 xg selama 10 menit.Lapisan organic (bagian bawah) dipindahkan dan diuapkan sampai kering di bawah vakum pada suhu 450C.
  3. Residu dilarutkan kembali dalam 100 μL fase gerak lalu disentrifus lagi dengan kecepatan 2800 xg selama 5 menit. 
  4. Alikuot supernatannya diambil untuk diinjeksikan ke dalam system HPLC.

Cara Penetapan
  1.  Dibuat kurva baku diazepam dengan menggunakan matriks plasma yang bebas diazepam pada kisaran konsentrasi 1-100 μg/mL atau pada kisaran konsentrasi yang memberikan reson detektor yang linier
  2. Masing-masing konsentrasi diinjeksikan dengan sistem HPLC seperti dibawah dan diulangi sebanyak 3 kali.
  3. Dihitung persamaan kurva baku y = a+bx; dimana y = luas kromatogram dan x = konsentrasi baku yang diinjeksikan.
  4. Sebanyak 50 μL alikuot supernatan diinjeksikan ke dalam sistem HPLC dan dicatat luas kromatogramnya.
  5. Injeksikan sampel dengan replikasi sebanyak 4 kali dan dihitung nilai rata-rata luas kromatogramnya.
Sistem kromatografi yang digunakan :
  1. Kolom            : NovaPack C18 (300 x 3,9 mm) 
  2. Fase gerak      : Metanol-THF-bufer fosfat (65:5:30)
  3. Suhu kolom    : 300C. 
  4. Kecepatan alir : 0,8 mL/menit 
  5. Detektor         : spektrofotometer UV 229 nm
  6. Volume injeksi : 50 μL.
Perhitungan Kadar
Nilai rata-rata luas kromatogram sampel (y) dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku yang diperoleh untuk selanjutnya dihitung konsentrasi diazepam yang ada dalam sampel darah.

 

Referensi :

  • Lunn, G and Schmuff, N.R., 1997, HPLC Methods for Pharmaceutical Analysis, Jhon Wiley and Sons, USA, p. 458. 
  • Dollery, C, Therapeutic Drugs, 2nd Edition, D80-D82. Churchil Livingstone, London 
  • Lacy, C.F., et al, 2003, Drug Information Handbook, 403-405, Lexi-Comp Inc., Canada

Proses Penyulingan Minyak Atsiri


Banyaknya kekayaan hayati Indonesia menjadikan semakin berkembang ide-ide untuk meningkatkan nilai jual produk tanaman terutama tanaman penghasil minyak atsiri (essential oil). Di Indonesia telah dikenal sekitar 40 jenis tanaman penghasil minyak atsiri yang bisa di komersialkan, tapi baru sebagian saja yang telah digunakan sebagai sumber minyak atsiri secara komersil.
Proses untuk mendapatkan minyak atsiri dikenal dengan cara menyuling atau destilasi terhadap tanaman penghasil minyak.
Didunia komersil, metode destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3 cara, antara lain :
  1. Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation) 
  2. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)
  3. Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Penerapan penggunaan metode tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti jenis bahan baku tanaman, karakteristik minyak, proses difusi minyak dengan air panas, dekomposisi minyak akibat efek panas, efisiensi produksi dan alasan nilai ekonomis serta efektifitas produksi.
Berikut ini akan saya bahas masing-masing metode penyulingan diatas :

Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation)
Cara penyulingan dengan sistem ini adalah dengan memasukkan bahan baku, baik yang sudah dilayukan, kering ataupun bahan basah ke dalam ketel penyuling yang telah berisi air kemudian dipanaskan. Uap yang keluar dari ketel dialirkan dengan pipa yang dihubungkan dengan kondensor. Uap yang merupakan campuran uap air dan minyak akan terkondensasi menjadi cair dan ditampung dalam wadah. Selanjutnya cairan minyak dan air tersebut dipisahkan dengan separator pemisah minyak untuk diambil minyaknya saja. Cara ini biasa digunakan untuk menyuling minyak aromaterapi seperti mawar dan melati. Meskipun demikian bunga mawar, melati dan sejenisnya akan lebih cocok dengan sistem enfleurasi, bukan destilasi.
Yang perlu diperhatikan adalah ketel terbuat dari bahan anti karat seperti stainless steel, tembaga atau besi berlapis aluminium.

Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)
Penyulingan dengan air dan uap ini biasa dikenal dengan sistem kukus. Cara ini sebenarnya mirip dengan system rebus, hanya saja bahan baku dan air tidak bersinggungan langsung karena dibatasi dengan saringan diatas air.
Cara ini adalah yang paling banyak dilakukan pada dunia industri karena cukup membutuhkan sedikit air sehingga bisa menyingkat waktu proses produksi. Metode kukus ini biasa dilengkapi sistem kohobasi yaitu air kondensat yang keluar dari separator masuk kembali secara otomatis ke dalam ketel agar meminimkan kehilangan air. Bagaimanapun cost produksi juga diperhitungkan dalam aspek komersial. Disisi lain, sistem kukus kohobasi lebih menguntungkan oleh karena terbebas dari proses hidrolisa terhadap komponen minyak atsiri dan proses difusi minyak dengan air panas. Selain itu dekomposisi minyak akibat panas akan lebih baik dibandingkan dengan metode uap langsung (Direct Steam Distillation).
Metode penyulingan dengan sistem kukus ini dapat menghasilkan uap dan panas yang stabil oleh karena tekanan uap yang konstan. Jika Anda membutuhkan alat suling (destilator) berbagai type dan kapasitas sesuai keinginan, bisa pesan disini. Berbagai macam produk minyak atsiri silahkan klik www.minyak-atsiri.com

Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Pada sistem ini bahan baku tidak kontak langsung dengan air maupun api namun hanya uap bertekanan tinggi yang difungsikan untuk menyuling minyak. Prinsip kerja metode ini adalah membuat uap bertekanan tinggi didalam boiler, kemudian uap tersebut dialirkan melalui pipa dan masuk ketel yang berisi bahan baku. Uap yang keluar dari ketel dihubungkan dengan kondensor. Cairan kondensat yang berisi campuran minyak dan air dipisahkan dengan separator yang sesuai berat jenis minyak. Penyulingan dengan metode ini biasa dipakai untuk bahan baku yang membutuhkan tekanan tinggi pada proses pengeluaran minyak dari sel tanaman, misalnya gaharu, cendana, dll.

Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan pada proses destilasi antara lain :

Bahan baku (Raw material)
Pilih bahan baku yang jelas mempunyai randemen minyak tinggi. Pengukuran rendemen minyak dilakukan di laboratorium atau bisa juga dilakukan sendiri dengan alat Stahl Distillation. Jika belum punya alatnya, Anda bisa pesan dengan disini.
Sebelum disuling bahan baku harus dirajang dahulu untuk mempermudah keluarnya minyak yang berada di ruang antar sel dalam jaringan tanaman.
Tentukan juga perlakuan awal raw material, apakah bahan basah, layu atau kering. Ini sangat penting karena setiap bahan baku memerlukan penenangan yang berbeda. Sebagai contoh perlakuan nilam sebaiknya dalam keadaan kering dengan kadar air antara 22-25%. Jika yang masuk ketel adalah nilam basah membutuhkan waktu destilasi lebih lama, akibatnya cost produksi menjadi lebih besar.

Alat Penyulingan
Untuk mendapatkan produk minyak atsiri yang berkualitas, gunakan alat yang tidak bereaksi/menimbulkan kontaminasi terhadap produk minyak. Material yang baik adalah dengan glass/pyrex dan stainless steel. Untuk material glass hanya mampu untuk skala laboratorium, sedang skala industri biasa digunakan stainless steel.
Jenis material stainlees steel mulai dari yang paling bagus antara lain :
  1. Material Pharmaceutical Grade (SUS 316)
  2. Material Food Grade (SUS 314)
  3. Material Mild Mild Steel Galvanized
  4. Material Mild Steel
Untuk keperluan destilasi minyak atsiri biasa digunakan material food grade.
Perlu diperhatikan juga penggunaan jacket ketel atau sekat kalor jika proses penyulingan berada didaerah dingin seperti di pengunungan, ini dimaksudkan agar mengurangi kehilangan kalor panas.
Jangan lupa dipasang juga accessories control dan safety device yang minimal berupa thermometer, manometer tekanan (pressure gauge) dan safety valve untuk alat destilasi yang menggunakan boiler.

Condensor (Pendingin)
Alat ini digunakan untuk kondensasi (mengembunkan) uap yang keluar dari ketel. Prinsip kerja alat adalah merubah fase uap menjadi fase cair karena pertukaran kalor pada pipa pendingin. Pada alat berskala laboratorium bisa menggunakan condensor lurus (liebig), sedang untuk skala industri harus menggunakan kondensor yang lebih besar. Kondensor untuk skala produksi berbahan stainless dalam bentuk pipa spiral agar kontak dengan air pendingin lebih lama dan area perpindahan kalor juga lebih panjang.

Separator (Pemisah Minyak)
Alat ini berfungsi untuk memisahkan minyak atsiri dengan air berdasarkan perbedaan berat jenis. Separator untuk alat suling sistem kukus kohobasi tersedia 2 macam yaitu untuk minyak dengan density (massa jenis) rendah dan minyak density tinggi.

Receiver Tank (Tangki Penampung)
Digunakan untuk menampung minyak atsiri, bisa dari bahan glass atau stainless steel. Untuk bahan glass, gunakan botol gelap agar minyak terhindar dari masuknya sinar matahari langsung sehingga tidak menurunkan grade minyak.

Srikaya (Annona squamosa L.)


Kandungan kimia
Tumbuhan ini  pada umumnya mengandung alkaloid tipe asporfin (anonain) dan bis-benziltetrahidro-isokinolin (retikulin). Pada organ-organ tumbuhan ditemukan senyawa sianogen.
Daun, kulit dan akar mengandung HCN.3,33)
Buah:  pulpa  buah yang  telah masak ditemukan sitrulin, asam aminobutirat, ornitin, arginin. Sedang pada Annona muricata mengandung prolin dan asam aminobutirat.
Pada jenis Annona yang lain yaitu pada Annona glabra, Annona muricata ditemukan golongan senyawa polifenol seperti kuersetin, asam kafeat, leukoantosianidin, asam p-kumarat.
Biji mengandung  senyawa poliketida dan suatu senyawa turunan bistetrahidrofuran; asetogenin (skuamostatin C, D, anonain, anonasin A, anonin I, IV, VI, VIII, IX, XVI, skuamostatin A, bulatasin, bulatasinon, skuamon, neoanonin B, neo-des-asetilurarisin, neo-retikulasin A, skuamosten A, asmi-sin, skuamosin, sanonasin,  anonastatin, neo-anonin).5,10,12,17,20,21,23,39) 
Annonasin, Annonasinon, Murisolin, Korossolin, Korrosolon
Penemuan hasil penelitian lain yaitu skuamosisnin A, skuamosin B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N; skuamostatin B, asam lemak, asam amino dan protein.7,26,37,38) Komposisi asam lemak penyusun minyak lemak biji Srikaya terdiri dari metil palmitat, metil stearat, metil linoleat.28) 
Annonasin, Giniotalamisin
Kandungan kimia daun antara lain alkaloid tetrahidro isokinolin, p-hidroksi-benzil-6,7-dihidroksi-1,2,3,4-tetrahidro-isokinolin (demetil-koklaurin = higenamin).
Sedang bunganya mengandung asam kaur-16-ene-19-oat diinformasikan sebagai komponen aktif bunga srikaya.11)
Squamosin, Annonin VI, Asimisin
Efek Biologi dan Farmakologi
Biji: Infusa biji buah srikaya berefek larvasida terhadap Aedes aegypti; sedangkan ekstrak biji berefek larvasida terhadap Culex quinquevasciatus, tetapi tidak berpengaruh pada kemampuan bertelur dan daya tetas nyamuk. Ekstrak biji A.squamosa yang larut dalam air pada konsentrasi 1,0%-2,0% dan juga minyak yang diperoleh dari hasil pengepresan langsung biji menyebabkan kematian serangga uji. Isolasi senyawa asetogenin dari ekstrak  yang larut dalam metanol biji Annona muricata dan Annona cherimola (Annonaceae) mempunyai aktivitas penting pada infeksi larva  Molinema dessetae. 9,16,18,35,36)
Daun: Ekstrak  daun Annona squamosa mampu membunuh Ascaridia galli, sebaliknya infusa daun Annona squamosa tidak mempunyai kemampuan membunuh Ascaridia galli. Air perasan daun sirsak (Annona muricata) 1:1 dan daun srikaya (Annona squamosa) 1:2 berefek sebagai antifertilitas dan embriotoksik terhadap janin apabila diberikan pada masa mulai kebuntingan sampai selesainya masa organogenesis, tetapi tidak menimbulkan cacat bentuk luar janin (cacat makroskopis). Kekuatan air perasan daun srikaya ternyata bersifat relatif lebih embriotoksik bila dibandingkan dengan air perasan daun sirsak. Daun Annona squamosa mempunyai efek antifertilitas dan  embriotoksik  pada  tikus betina; serta berpengaruh pada daya reproduksi Sitophillus orizae. 24, 25, 31, 34)   Senyawa insektisida yang terdapat dalam biji Annona squamosa mempunyai daya bunuh ektoparasit.19) Tetrahidroisokinolin mempunyai aktivitas kardiotonik. Higenamin (p-hidroksibenzil-6,7-dihidroksi-1,2,3,4-tetrahidro-isokinolin) berinter-aksi dengan adrenoreseptor, menghasilkan aktivitas inotropik positif pada otot jantung .7)
Senyawa poliketida dan bistetrahidrofuran mem-punyai efek antitumor .8,16,21)
Toksisitas
Dapat mengiritasi mata dan jaringan lunak, serta kemungkinan sebagai penyebab  konjungtivitis dan inflamasi. 1)

Kegunaan di Masyarakat
Akar: digunakan sebagai pencahar.
Biji: untuk memacu pencernaan, obat cacing, pembunuh serangga.
Daun: digunakan untuk mempercepat pematangan bisul dan untuk obat kudis. 3,4) 

Cara pemakaian di masyarakat
Untuk mengobati  mencret : 
10 gram kulit batang srikaya, dicuci dan dipotong kecil-kecil, direbus dengan 3 gelas air selama 30 menit; setelah dingin disaring. Hasil saringan diminum 2 kali sehari sama banyak pagi dan sore .1)

Deskripsi Tanaman
Suku : Annonaceae
Tumbuhan srikaya biasa disebut juga sirkaya.
Perawakan : perdu sampai pohon, berumah satu, berkelamin banci, tinggi 2-7 m.
Biji Srikaya
Batang : gilik, percabangan simpodial, ujung rebah, kulit batang coklat muda.
Daun : tunggal, berseling, helaian : bentuk elip memanjang sampai bentuk lanset, ujung  tumpul, sampai meruncing pendek, panjang 6-17 cm, lebar 2,5-7,5 cm, tepi rata, gundul, hijau mengkilat. Bunga: tunggal, dalam berkas, 1-2 berhadapan atau di samping daun. Kelopak : daun kelopak segitiga, waktu kuncup bersambung seperti katup, kecil. Mahkota: daun mahkota segitiga, yang terluar berdaging tebal, panjang 2-2,5 cm, putih kekuningan, dengan pangkal yang berongga berubah ungu, daun mahkota yang terdalam sangat kecil atau mereduksi. Dasar bunga: bentuk tugu (tinggi).
Benang sari : jumlah banyak, putih, kepala sari bentuk topi, penghubung ruang sari melebar, dan menutup ruang sari.
Putik : banyak, setiap putik tersusun dari 1 daun buah, ungu tua, kepala putik duduk, rekat menjadi satu, mudah rontok. Buah: majemuk agregat, berbentuk bulat membengkok di ujung, garis tengah 5-10 cm, permukaan berduri, berlilin, bagian buah dengan ujung yang melengkung, pada waktu masak sedikit atau banyak melepaskan diri satu dengan yang lain, daging buah putih keabu-abuan.
Biji : dalam satu buah agregat banyak hitam mengkilat.6)

Asal-usul                : Amerika  tropis.6)
Waktu berbunga     : Januari - Desember.6)

Daerah distribusi, Habitat  dan Budidaya
Tumbuh  di  dataran  rendah  sampai ketinggian 1000 m dpl, terutama pada tanah-tanah berpasir sampai tanah-tanah lempung berpasir dan dengan sistem drainase yang baik pada pH 5,5-7,4. Tumbuhan ini menyukai iklim panas, tidak terlalu dingin atau banyak hujan. Tumbuh baik pada berbagai kondisi tanah yang tergenang dan beradaptasi baik terhadap iklim lembab dan panas. Tumbuhan ini tahan kekeringan dan akan tumbuh subur bila mendapatkan pengairan yang cukup1,14,27). Di Jawa ditanam sebagai tanaman buah. 6,31)
Perbanyakan : dapat dengan  biji dan  pencang-kokan. Ditanam dengan jarak tanam 4x3 meter. Kelebatan pembungaan dan hasil buah dapat dijaga dengan pengaturan pengairan, pemupukan dan pemangkasan yang baik. Tanaman mulai berbuah pada umur 1-2 tahun dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal tidak dilakukan pemangkasan. Buah lebat dicapai setelah tanaman berumur 3-4 tahun. Pemanenan dilakukan pada saat buah berwarna kekuningan atau sekitar 110-120 hari setelah berbunga. 1,14,27)

Hama dan Penyakit
Hama yang umum dijumpai adalah kutu dari jenis Planococcus spp., Amblypelta spp. dan Parasa issetia spp. serta lalat buah  Dacus spp.
Jenis  penyakit  yang penting  adalah  busuk  akar yang disebabkan oleh bakteri (Pseudomonas solanacearum). Penyakit pada buah adalah kanker hitam (Phomopsis spp), pembusukan (Botryodiplodia spp. dan bercak ungu Phytophthora spp). Namun demikian dapat diatasi dengan penyemprotan yang teratur  menggunakan  manozeb  atau copper oksi-chlorid.16)

Pustaka
  1. Anonim., 1993. Standard of Asean Herbal Medi-cine, Vol. I, Asean Countries, Jakarta, 53,61.
  2. Anonim., 1975. Buletin Kebun Raya, 2, (1) 
  3. Anonim., 1985. Tanaman Obat Indonesia,  Jilid I, Departemen  Kesehatan RI, Jakarta,  77 
  4. Anonim., 1995.  Medicinal Herbs Index  in Indo-nesia, Jilid II,  PT. Eisai Indonesia,  Jakarta,  7 
  5. Araya., Hirosi., Hara., Moriyuki., Yoshinori, F., Sri-vastava.,  Anjani.,  Mahendra, S., 1994. Squamos-ten A, a novel monotetrahydrofuranic acetogenin with a double bond in the hydrocarbon chain, from Annona squamosa L., Chem. Pharm. Bull., 42, (2) 388-391 
  6. Backer, C.A.,  &  Bakhuizen v.d. Brink, R.C., 1963. Flora of Java, Vol. I,N.V.P, Noordhoff, Groningen. 
  7. Banerjee., Anup, K., Jain., Mamta., 1991. Analysis of seed oils of Annona squamosa L., Teclona gradi and Shorea robusta., Phys.Sci,  3, (2) 106-112 
  8. Beltarini, F.,  Borgonovi, G.E., Fiorrani, T., Gag-liardi, I., Capridiv., Massardo, P., Ogoche, J.I.J., Hassanoli, A., Nyandat, E., Chapyat, A., 1993. Antiparasitic compounds from East African Plants: Isolation and Biological Activity of Annonaine,  Matricacianol, Canthin-6-one and Carryophyllene Oxide,  Inect. Sci. Its Appl.,  14, (1) 93-99 
  9. Bories, C., Loiseau, P., Cortes, D., Myint, S. H., Hocquemiller, R., Cave, P. G. A., and Laurents, A., 1991. Antiparasitic Activity of A. muricata and A. cherimolia Seeds, Planta Med, 57, ( 6)  434-436. 
  10. Born, L., Lieb, F., Lorentzeen, J.P., Moeschler, H., Nonfon, M., Soellner., Robert., Wendisch, D., 1990. The relative configuration of acetogenins isolated from Annona squamosa  L., Annonin I (squamosin) and Annonin VI, Planta Med,  56, (3) 312-316 
  11. Chairul., 1998. Isolasi dan Karakterisasi Kompo-nen Aktif pada Bunga Srikaya (Annona squamosa L), Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,  52 
  12. Fujimoto, Y., Murasaki, C., Asoki, H., Hora, N., Eguchi, T., Kakinuma, K., Hirayama, K., Nitsu, U., Akashi, S., Sahai., Mahedra., 1992. Structures of biotetrahidrofuran containning acetogenins from Annona squamosa  L., Tennen Yuki Kagobutsu Toronkai Koen Yoshishu,  34,  582-589 
  13. Fujimoto, Y., Murasaki, C., Kakinuma, K., Eguchi, T., Ikekawa, N., Furuya, M., Hirayama, K., Ikekawa, T., Sahai, M., 1990. Squamostatin A; Unprecendented bistetrahydrofuran acetogenin from Annona squamosa  L., Tetrahedron  Lett,  31, (4)  535-538 
  14. George,  A.P.,  And  Nissen, R.J., 1992. Annona  cherimola Miller, Annona squamosa L., A. cherimola x A squamosa., In: Verheij, E.W.M. & R.E.Coronel (Eds.), PROSEA No. 2 Edible fruits and  nuts, PROSEA , Bogor, Indonesia, 71-75 
  15. Hegnauer, R., 1986. Chemotaxonomie  der Pflan-zen, Birkhäuser Verlag, Stuttgart. 
  16. Herawati,  N.,  1997.  Viabilitas,   Fekunditas   dan Daya Tetas Nyamuk Culex quinquevasciatus Setelah Dipapar dengan Ekstrak Biji A. squamosa (Srikaya) di Laboratorium, KTI, Fak. Kedokteran, UGM, Yogyakarta 
  17. Hirayama, K., Akashi, S., Yuji., Reiko., Niitsu, U., Fujimoto., Yoshinori., 1993. Structural studies of Polyhydroxybis (Tetrahydofuran) Acetogenins from Annona squamosa  L. using the Combination of Chemical Derivatization and Precursor Ion Scanning Mass Spectrometry, Org. Mass. Spectrom.,28, (12) 1516-1524 
  18. Indrawati, N.R., 1997. Daya Larvasida Ekstrak Biji A squamosa (Srikaya) terhadap Culex quinque-vasciatus di Laboratorium, KTI, Fak. Kedokteran, UGM, Yogyakarta 
  19. Kuswinarti.,  1985. Isolasi Insektisida  dari Biji Sri-kaya (Annona squamosa Linn), Skripsi, Fak. Farmasi, UGM, Yogyakarta. 
  20. Li,  X.H.,  Hui, Y.H.,  Rupprecht,  J.K.,  Liu,  Y.M., Wood, K.V., 1990. Bullatacin Bullatacinone, and Squamone, A New Bioactive Acetogenins from The Bark of Annona squamosa L., J. Nat. Prod, 53,  (1)  81-86 
  21. Lieb,  F., Nonfon,  M.,  Wachendorff- Neumann, U., Wendisch, D., 1990. Annonacine und Anonastatin aus  Annona squamosa  L., Planta Med,  56, (3) 317-319 
  22. Mardisiswoyo, S., dan Rajakmangunsudarso, H., 1985, Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang II, PN Balai Pustaka, Jakarta, 98,186 
  23. Nonfon,  Maria.,  Lieb,  F., Moeschler,  H., Wen-disch, D., 1990. Four annonins from  Annona squamosa L., Phytochemistry,  29,  ( 6)  1951-1954 
  24. Nurlaila., 1995. Efek  Embriotoksik  Daun Annona muricata (Sirsak) dan Annona squamosa  L. (Srikaya) pada Tikus Betina, Laporan Penelitian, Fak. Farmasi UGM, Yogyakarta. 
  25. Rachmanadi,  A., 1995.  Daya  Antihelmintik  Infus  Daun Srikaya (A squamosa  L.) terhadap Cacing Tambang Anjing, In Vitro, KTI, Fak. Kedokteran, UGM, Yogyakarta. 
  26. Sahai,  M.,  Singh, S., Singh, M., Gupta., Akashi, Y.K.,  Satoko., Yuji, R., Hirayam., Asaki, K., Hito-mi., Hiroshi, A., 1994. Annonaceous Acetogenins from The Seeds of Annona squamosa, L., Chemical Pharm. Bulletin; 42, (6) 18 
  27. Sastrahidayat, I.R., dan Soemarno., 1991.  Budida-ya Tanaman Tropika, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya,  254 
  28. Sridana., 1989.  Analisis Minyak Lemak  dari  Biji Tanaman Annona sp dengan Kromatografi Gas, Skripsi, Fak. Farmasi, UGM, Yogyakarta 
  29. Syamsuhidayat, S.S.  dan  Hutapea, J.R., 1991. In-ventaris Tanaman Obat Indonesia I, Departemen Kesehatan  RI, Jakarta, 60. 
  30. Utami, E.S.W., 1998. Pengaruh Pemberian Daun Annona squamosa, L. terhadap Daya Reproduksi Sitophilus oryzae, Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Depar-temen  Kesehatan RI, Jakarta,  51 
  31. van Steenis, C.G.G.J., 1997.  Flora Untuk Sekolah di Indonesia, cetakan ke-7, PT. Pradya Paramita, Jakarta,  193-194 
  32. Wagner, R.H.M., & W. Ferstl.,  1980. Neue herzwirksame Drogen I: Zur Chemie und Pharmakologie des herzwiksamen Prinzips von Annona squamosa L., Planta Med,  40, 76-79 
  33. Wagner, R.H.M.,  and W. Ferstl., 1980. New Drugs with Cardiotonic Activity I Chemistry and Pharmacology of the Cardiotonic Active Principle of Annona squamosa  L, Planta Med, 40, 77-85
  34. Widyastuti, Y., 1994. Daya Antihelmintik Ekstrak Daun Srikaya (A squamosa  L.) terhadap Ascaridia galli in vitro, KTI, Fak. Kedokteran, UGM, Yogyakarta 
  35. Wiryadiputra, S., 1998. Percobaan Pendahuluan Pengaruh Minyak Mimba dan Ekstrak Biji Srikaya terhadap Mortalitas Helopeltis sp. (Heteroptera: Miridae), Jurnal Perlindungan Tanaman Indo-nesia, Vol. 4, No. 2, Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Fak. Pertanian UGM, Yogyakarta.  
  36. Wiyadi, C.N.N., 1995. Daya Larvasida Ekstrak Biji Annona squamosa L. dan Annona muricata L.  terhadap Aedes aegypti di laboratorium, KTI, Fak. Kedokteran, UGM, Yogyakarta 
  37. Yang, R.,  Zheng,  X.,  Qin,  G.,  Xu, R., 1994. Zhiwu Xuebao, 36,809-812. 
  38. Yu, J.G., Luo,X.Z., Liu, C.J., Sun,L., Hong,S.L., Ma, L.B., 1994. Chemical Constituens of Annona squamosa  L. Seed, Yaoxue Xuebao, 29, (6) 443-448. 
  39. Zheng,  X., Yang, R.,  Quin,  G.,  Xu, R.,  Fan, D., 1995. Three Novel Chemical Compounds of Annonaceous Acetogenins from The Seeds of Annona squamosa  L., Zhiwa Xuebao,   37, (3) 238-43.

Efek Samping Obat pada Paru-paru

Begitu sangat pentingnya paru-paru agar jangan sampai terpapar zat-zat yang merusak yang akhirnya bisa menjadi pencetus penyakit. Paru-paru merupakan satu organ pada sistem pernapasan yang berfungsi sebagai tempat bertukarnya oksigen (O2) dari udara yang menggantikan karbondioksida (CO2) dari dalam darah. Letak paru-paru berada di rongga dada, datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput selaput yang bernama pleura.Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik dan pembuluh darah. Teksturnya seperti spon yang elastis dan berongga.

Bagian-bagian utama paru-paru adalah alveoli, trakea, bronki, dan bronkiolus.
Trakea atau batang tenggorokan merupakan pipa tempat lalulintas udara. Oksigen yang dihirup dari hidung dan mulut masuk melewati trakea menuju paru-paru.
Sedang bronki merupakan batang yang menghubungkan paru-paru kanan dan kiri dengan trakea. Udara dari trakea akan dibawa ke paru-paru lewat batang ini.
Sementara bronkiolus adalah cabang-cabang dari bronki berupa tabung-tabung kecil yang jumlahnya sekitar 30.000 buah untuk setiap paru-paru. Peran bronkiolus yaitu membawa oksigen sampai ke alveoli didalam paru-paru.
Alveoli ini merupakan ujung dari bronkiolus, merupakan kantung udara kecil. Jumlahnya sekitar 600 juta pada paru-paru manusia dewasa. Alveoli ini berfungsi untuk mengalirkan oksigen ke dalam darah dan menyedot karbondioksida untuk kemudian dikeluarkan kembali lewat hidung dan mulut.

Proses terjadinya pernafasan terbagi menjadi dua bagian, yaitu inspirasi (menarik nafas) dan ekspirasi (menghembuskan nafas). Sedang jenis pernafasan sendiri ada 2 macam yaitu pernafasan dada dan pernafasan perut. Uraian dari mekanismenya seperti berikut :

Inspirasi pada pernafasan dada
Pada system pernafasan dada (pernafasan yang menggunakan gerakan antar tulang rusuk), mekanisme memasukkan udara pernafasan (inspirasi) dimulai dari berkontraksinya otot antar tulang rusuk. Keadaan ini membuat tulang rusuk terangkat dan rongga dada membesar sehingga volume rongga dada juga membesar sehingga membuat efek tekanan udara rongga dada turun yang akhirnya udara masuk ke paru-paru.

Ekspirasi pada pernafasan dada
Pada pernafasan dada, mekanisme proses ekspirasi dimulai dari otot antar tulang rusuk yang berelaksasi yang membuat tulang rusuk turun. Akibatnya rongga dada mengecil sehingga volume rongga dada juga kecil. Pada keadaan ini tekanan udara rongga dada menjadi besar sehingga udara keluar dari paru-paru.

Inspirasi pada pernafasan perut
Pernafasan perut (pernafasan yang menggunakan otot-otot diafragma), mekanisme inspirasi dimulai dari berkontraksinya diafragma yang mengakibatkan volume rongga dada membesar sehingga tekanan udara rongga dada menurun. Keadaan ini membuat udara luar masuk ke paru-paru. 

Ekspirasi pada pernafasan perut
Mekanisme ekspirasi pada pernafasan perut dimulai dengan adanya relaksasi diafragma yang mengakibatkan volume rongga dada turun. Pada keadaan ini tekanan udara rongga dada menjadi besar sehingga udara dari paru-paru keluar. 

Kapasitas Paru-paru
  1. Kapasitas inspirasi sama dengan volume alun napas ditambah volume cadangan inspirasi.
  2. Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu.
  3. Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alun napas dan volume cadangan ekspirasi.
  4. Kapasitas paru total adalah volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa kira-kira 5800 ml, jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.
Sedangkan penyakit yang berkenaan dengan paru-paru serta faktor resikonya terhadap kerusakan paru-paru yang diakibatkan karena efek samping obat antara lain :
1. Asma (bengek)
Asma adalah penyempitan sementara pada saluran pernapasan yang dapat menyebabkan penderitanya merasakan sesak napas.
2. Batuk
Batuk merupakan salah satu gangguan pada tenggorokan, paru-paru, atau bronkus (saluran pipa udara yang masuk ke paru-paru).
3. Bronkitis
Bronkitis karena peradangan pada bronkus (saluran yang membawa udara menuju paru-paru).
4. Pneumonia (radang paru-paru)
Merupakan infeksi paru-paru akut. Infeksi ini sering kali terjadi setelah penyakit pernapasan lain seperti campak, batuk rejan, influenza, asma, peradangan saluran pernapasan (bronkitis) atau penyakit lainnya.
5. TBC
TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menular melalui percikan ludah saat penderita batuk.
6. Emfisema
Efisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru.
7. Kanker Paru-Paru
Kanker telah menjadi penyakit yang mematikan, bahkan kanker paru-paru merupakan pembunuh pertama dibandingkan kanker lainnya.

Disamping resiko penyakit diatas, ada beberapa golongan obat yang mempunyai efek samping terhadap paru-paru yang antara lain :
1. Golongan ACE inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor)
Golongan ini meliputi captopril, benazepril, eosinofil, enalopril, guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua itu termasuk penghambat saraf adrenergik, diindikasikan untuk hipertensi ringan sampai sedang, juga untuk hipertensi pada diabetes tergantung insulin dengan nefropati, dan dimungkinkan untuk hipertensi pada pasien diabetes.
Epidemiologi :
Sejak JNC-IV (1988) dan WHO/ISH (1989), penghambat ACE telah menjadi salah satu golongan anti-histamin tahap pertama. Penghambat ACE efektif untuk hipertensi yang ringan, sedang maupun berat. Batuk kering merupakan efek samping yang paling sering terjadi, insidensnya sampai 10-20 %, dan terjadi pada malam hari.
Patogenesis :
Batuk kering merupakan efek samping yang paling sering terjadi, insidensnya sampai 10-20 % lebih sering pada wanita dan terjadi pada malam hari. Penyebabnya mungkin adalah bradikinin dan prostaglandin disaluran nafas dan paru-paru, yang sebetulnya dirombak oleh ACE tetapi penghambatannya terakumulasi disaluran nafas dan paru-paru. Batuk ini tidak dapat disembuhkan oleh obat-obat pereda batuk, seperti kodein. Efek samping ini bergantung pada besarnya dosis dan akan hilang beberapa minggu setelah terapi dihentikan.

Penatalaksanaan ESO :
  • Menghentikan obat.
  • Menggunakan obat golongan AH lain yang lebih aman dan tidak menimbulkan efek samping seperti batuk.
2. Golongan Reseptor β–bloker
Reseptor β–bloker ini memiliki sifat kimia yang sangat mirip dengan zat β-adrenergik isoprenalin. Khasiat utamanya adalah anti-adrenergik dengan jalan menempati secara bersaing reseptor β-adrenergik. 

Epidemiologi :
Beta bloker diberikan sebagai obat pertama pada penderita hipertensi dengan PJK (penyakit jantung koroner). Blockade reseptor beta mengakibatkan sejumlah efek samping yang tidak diinginkan, pada umumnya bersifat ringan dan terjadi kurang lebih 10 % pada pengguna. Timbulnya efek samping beta bloker seperti bronkospasme meningkat pada penderita yang sudah tua, berpenyakit jantung koroner pasca infark miokard, Diabetes Mellitus dan hipertrigliserida.

Patogenesis :
Efek samping seperti bronkokontriksi (reseptor beta 2) dengan sesak nafas dan serangan mirip asma disebabkan oleh zat-zat tak selektif. Tetapi, zat-zat kardioselektif juga dapat memprofokasi serangan tersebut karena selektivitasnya tidak sempurna. Penyebabnya karena, blokade reseptor β2 menimbulkan penciutan bronchia dan vasokontriksi perifer yang bersifat sementara. Efek samping ini tergantung pada besarnya dosis yang lebih tinggi.

Penatalaksanaan ESO :
  • Menurunkan dosis.
  • Jika terjadi manifestasi klinik ESO maka pengobatan dihentikan.
  • Penggunaan obat golongan AH lain yang aman dan tidak menimbulkan efek samping seperti batuk kromoglikat.
3. Obat Susunan Saraf Pusat (SSP)
Golongan ini adalah opiat seperti morfin, petidin, heroin.
Patogenesis :
Efek samping pada paru –paru adalah selain menekan susunan sraf pusat juga menekan sentrum nafas, akibatnya terjadi hipoksia dan hiperkapnea kemudian gagal nafas.
Pada dosis lazim tidak semua orang mengalami efek samping ini. Timbulnya efek samping merupakan aksi farmakologi karena ada perbedaan pergeseran aktivitas farmakokinetik.

Penatalaksanaan ESO :
  • Dosis pemakaian diturunkan.
  • Pemilihan obat golongan OPIAT diindikasikan lebih aman dan efek samping terhadap depresi nafas tidak begitu kuat.
  • Pada penggunaan heroin untuk memperbaiki derajat kesadaran, depresi pernafasan dapat diberikan injeksi naloxane.
  • Sedatif Hipnotika (fenobarbital, lorazepam, kloralhidrat)
Efek samping pada paru diantaranya menekan sentrum nafas , hipoksia,hiperkapnea, gagal nafas.

Penatalaksanaan ESO :
  • Dosis pemakain diturunkan.
  • Pemilihan obat golongan hipnotik sedatif yang aman dan efek samping terhadap depresi nafas tidak begitu kuat.
  • Stimulan/ anoreksan (kofein, efedrin, amfetamin).
Patogenesis :
Efek samping pada paru menyebabkan: hipertensi pulmonal, udema pulmonal, perangsangan yang kuat pada susunan saraf pusat (SSP) menimbulkan batuk, spasme, laring dan dan bronkus.

Penatalaksanaan ESO :
• Dosis pemakain diturunkan
• Pemilihan obat golongan hipnotik sedatif yang aman dan efek samping terhadap depresi nafas tidak begitu kuat.

4. Propafenone
Propafenon bekerja dengan cara memperlambat masuknya ion natrium ke dalam sel otot jantung sehingga menyebabkan rangsangan sel.
Epidemiologi :
Propafenon merupakan obat antiaritmia kelas IC yang juga memiliki khasiat beta bloker, antagonis Ca dan antikolinergik. Khusus digunakan pada aritmia ventrikuler yang kurang dapat dikendalikan oleh obat-obat lain.
Bermacam calcium antagonis antara lain Dihidropiridin (misal nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin), Difenilalkilamin (misal verapamil, galopamil, tiapamil), Benzotizepin (misal diltiazem), Piperazin (misal sinarizin, flunarizin) dan lain-lain seperti prenilamin, perheksilin.
Patogenesis :
Efek samping pada paru muncul kejang bronkus.
Penatalaksanaan ESO :
  • Dosis pemakaian diturunkan.
  • Apabila penurunan dosis tidak ada perbaikan maka obat diganti.
5. Obat kolinergik
Obat kolinergik yaitu obat yang mempengaruhi sistem saraf parasimpatik karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Efek sampingnya pada paru-paru berupa konstriksi bronkiolus.
Patogenesis
Faktor-faktor yang sering kali menyebabkan kontriksi bronkeolus antihistamin dan substansi anafilaksis yang bereaksi lambat, keduanya dilepaskan dalam jaringan paru oleh sel mast bahan perangsang yang sama yang menyebabkan reflek vasokonstriksi paru pada saluran nafas.

6. Obat vasokonstriktor (fenilefrin)
Vasokonstriktor adalah obat yang dapat mengkontraksikan pembuluh darah dan mengontrol perfusi jaringan.
Efek samping pada paru meliputi udema pulmonary dan pernafasan sulit.

7. Efek samping imunologi pada paru yang disebabkan oleh obat penisilin, streptomisin, sefalosporin.
Biasanya terjadi reaksi anafilaksis yang diawali terjadinya bronkospasme, udema laring, rasanya seperti tercekik. Anafilaksis merupakan reaksi alergi yang mempengaruhi seluruh tubuh. Bronkospasme yaitu kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas. 

Patogenesis :
Pemasukan leukosit, eosinofil pada paru-paru mengakibatkan jaringan diparu-paru rusak, akibatnya distress kemudian diikuti perlemahan pernafasan sehingga terjadi gagal nafas.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites