Pages

Cara Uji Toksisitas Akut Produk Obat Herbal

Uji toksisitas akut sangat penting untuk mengukur dan mengevaluasi karakteristik toksik dari suatu bahan kimia. Uji ini dapat menyediakan informasi tentang bahaya kesehatan manusia yang berasal dari bahan kimia yang terpapar dalam tubuh pada waktu pendek melalui jalur oral. Data uji akut juga dapat menjadi dasar klasifikasi dan pelabelan suatu bahan kimia.
Toksisitas akut didefinisikan sebagai kejadian keracunan akibat pemaparan bahan toksik dalam waktu singkat, yang biasanya dihitung dengan menggunakan nilai LC50 atau LD50. Nilai ini didapatkan melalui proses statistik dan berfungsi mengukur angka relatif toksisitas akut bahan kimia. Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara eksperimen menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan, hewan invertebrata, tumbuhan vaskuler dan alga. Uji toksisitas akut dapat menggunakan beberapa hewan mamalia, namun yang dianjurkan untuk uji LD50 diantaranya tikus, mencit dan kelinci.
Uji toksisitas akut dapat dipengaruhi oleh respon biologik hewan uji seperti jenis kelamin. Contoh respon tubuh akibat jenis kelamin yaitu nilai LD50 digoxin yang diuji pada tikus jantan diperoleh angka 56 mg/kg bb, sementara untuk tikus betina 94 mg/kg bb (Buck, dkk. 1976). Penggunaaan jenis kelamin hewan dalam penelitian uji toksisitas bervariasi. Anonimus (1998) merekomendasikan hewan sejenis, namun beberapa menganjurkan penggunaan hewan jantan dan betina.  Hewan uji (mencit dan tikus) yang digunakan dalam uji toksisitas direkomendasikan umur 8-12 minggu sementara untuk kelinci 12 minggu.  Pada prinsipnya, penelitian uji toksisitas akut bertujuan untuk mengetahui dosis relatif toksisitas akut terhadap produk obat herbal.

Materi hewan coba yang digunakan dalam penelitian umumnya cukup 14 ekor mencit galur Swiss, jenis kelamin jantan dan betina, umur 3 bulan dengan berat rata-rata  25-30 gram. Mencit bisa diperoleh dari unit layanan penjualan hewan coba seperti di Biofarma, Unit pra klinik LPPT, dll. Mencit dikandangkan menggunakan fasilitas kandang yang memenuhi syarat dengan suhu pemeliharaan 26 ± 1 0C, dan kelembaban 65 ± 5 %. Mencit sebelum diberi perlakuan diadaptasikan dahulu terhadap kondisi penelitian selama 1 minggu. Pakan mencit diharapkan standar berbentuk pellet misalnya jenis Extra Fortuna (Produksi PT. Multiphala Agrinusa) serta air minum diberikan pada mencit uji secara ad libitum.
Selanjutnya, membuat rancangan percobaan LD50 (baca: lethal dose 50) berdasarkan metode Weil (1952). Maksud dari LD50 adalah dalam dosis dimana 50% dari populasi spesies tertentu mati. Untuk menentukan LD50, terlebih dahulu dilakukan penelitian dengan menggunakan 2 ekor mencit pada tiap kelompok (Al Sultan and Husein, 2006). Uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan dosis antara di mana kedua mencit tidak mengalami kematian dan dosis yang mengakibatkan kedua mencit mengalami kematian (Miya et al., 1976). Tahapan yang sesungguhnya, mencit dipuasakan makan sebelum diperlakukan namun tetap diberi minum selama 4 jam sebelum perlakuan dan 2 jam sesudah perlakuan. Selanjutnya sediaan produk bahan herbal diberikan secara oral dengan dosis tertentu misalnya 312,5; 625; 1250; 2500; 5000; dan 10000 mg/Kg BB.
Untuk contoh pemberian dosis seperti diatas, hewan uji  dibagi ke dalam 7 kelompok perlakuan sebagai berikut:
kelompok A: kontrol, diberi makan dan minum standar; oral;kelompok B sampai dengan  G secara berturut-turut diberi dosis  : 312,50 mg, 625 mg,  1250 mg,  2500 mg,  5000 mg dan  10000 mg/Kg BB/per oral.
Penentuan LD50 dilakukan dengan melihat data kematian mencit pada setiap kelompok perlakuan mulai dosis 312,5 – 10000 mg/Kg BB selama 48 jam. Data kematian dari setiap kelompok diolah menjadi data kumulatif yang kemudian dijadikan persentase kematian. Hasil persentase kematian kemudian diolah menurut metode Reed-Muench dengan interpolasi linier untuk mendapat LD50 dan standar error (SE) (Miya et al., 1976).

Sedangkan metode penetapan sifat toksik dilakukan setelah perlakuan dengan bahan uji pada dosis tunggal, jumlah kematian hewan uji yang mati diamati selama 24 jam. Apabila diperlukan, pengamatan kematian hewan uji dapat diikuti sampai hari ke-15.
Untuk metode penetapan gejala klinis pada umumnya menimbulkan beberapa gejala klinis, di antaranya peningkatan aktifitas, peningkatan laju bernafas, mencit tampak meregangkan badan dan beristirahat di sudut kandang. Hal ini disebabkan karena kandungan bahan kimia dari produk herbal yang memiliki sifat toksik berat. Pada akhirnya mencit mulai menutup mata dan terlihat tenang, dan akhirnya mengalami kematian setelah periode kritis (3 jam).
Selain itu metode teknik etanasi yang digunakan adalah teknik dislokasi serviks (Inglis, 1980). Awalnya mencit dibiarkan dalam posisi lordosis, maksudnya dada membusung ke depan atau punggung berbentuk cekung, kemudian gunting diletakkan pada leher, ekor mencit ditarik ke atas, sehingga os serviks terlepas dari lokasinya. Sebelum dilakukan pembedahan, dilakukan pengamatan kembali terhadap denyut jantung dan nafas untuk memastikan hewan telah benar-benar mati.

Contoh penyajian tabel hasil uji toksisitas obat herbal seperti berikut :
No
Dosis Obat Herbal
(mg/kg BB)
Jumlah
cuplikan
Kematian, setelah jam
24
48
72
96
360
1
312,5
2
0
0
0
0
0
2
625
2
0
0
0
0
0
3
1250
2
0
0
0
0
0
4
2500
2
0
0
0
0
0
5
5000
2
0
0
0
0
0
6
10000
2
0
0
0
0
0

Di samping pengamatan terhadap gejala klinis dan uji LD50 , bisa dilakukan juga pengujian terhadap organ gastrium, duodenum dan ginjal untuk melihat gambaran histopatologinya. Gambaran histopatologi ini bisa diambil dari organ hewan uji kemudian didokumentasikan menggunakan kamera mikroskup.
Sebagai contoh :
 

Organ ginjal pada dosis sedang menunjukkan adanya perdarahan namun sebagian glomerolus masih normal.


 


Organ ginjal pada dosis kelipatannya menunjukkan perdarahan yang merata.







Organ ginjal pada dosis rendah menunjukkan organ ginjal yang masih dalam keadaan normal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar