Ungkapan
yang sering diucap oleh masyarakat kita begini ”kesehatan itu mahal harganya”.
Tapi bagaimana cara memaknai dan menerapkan pola hidup sehat ? Memang tidak
mudah, karena banyak faktor yang menjadi penyebab masyarakat kita terlanjur
jatuh kedalam derajad kesehatan yang rendah. Hingga saking kompleksnya,
penanganan agar bisa mengarah pada pola sehatpun menjadi semakin sulit.
Setidaknya
ada 7 faktor pokok yang menyebabkan derajat kesehatan masyarakat rendah, yang antara lain :
Pertama : Ketimpangan
derajat disparitas kesehatan.
Berdasar data-data yang ada,
secara umum, status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia telah mengalami
peningkatan walaupun masih lebih rendah dibandingkan dengan status kesehatan di
negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina. Ketimpangan derajat
kesehatan masyarakat terlihat pada antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan,
dan antar perkotaan-pedesaan (Bappenas, 2007). Angka kematian balita %til
golongan termiskin menunjukkan 4 kali lebih tinggi yaitu 61 dibandingkan dengan
17 /1000 kelahiran pada kelompok terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan
angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi pada tingkat pendidikan rendah, di
pedesaan, dan kawasan bagian timur Indonesia. Selain itu, cakupan imunisasi
dasar bagi anak balita dari penduduk golongan miskin lebih rendah dibanding
golongan kaya. Tingginya kematian anak dan balita yang berstatus gizi kurang
dan buruk di daerah pedesaan relatif
lebih tinggi dibanding anak perkotaan. Sedangkan kematian ibu yang
tinggi dikarenakan masih rendahnya persalinan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih. Hal ini semua dikarenakan oleh berbagai hal yaitu selain penduduk
miskin lebih rentan terhadap berbagai infeksi seperti ISPA, diare, tetanus
neonatorum, juga karena berbagai komplikasi lain serta karena penyakit
tuberkulosis paru, malaria dan HIV/AIDS yang lebih banyak diderita oleh
penduduk miskin.
Akses pelayanan kesehatan
yang rendah ini disebabkan karena kendala geografis, psikologis, dasar
indikator angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, usia harapan hidup dan
prevalensi gizi kurang.
Kedua : Masalah double burden of diseases.
Pergeseran
pola penyakit infeksi seperti tuberculosis paru, ISPA, malaria, diare dan
penyakit kulit menjadi penyakit jantung & pembuluh darah , diabetes
mellitus (DM) dan kanker, telah menyebabkan terjadinya polarisasi penyakit (
BPS, 2006). Penyakit tidak menular tersebut telah menduduki urutan ke
– 5 besar penyakit terbanyak di Indonesia ( Kosen 2004). Selain itu, penyakit
baru ( emerging diseases) seperti
demam berdarah (DBD), HIV dan AIDS, Chikungunya dan Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS) mulai bermunculan.
Polarisasi penyakit tersebut menjadikan beban ganda dalam waktu yang bersamaan
(double burden), disertai
meningkatnya jumlah penduduk, serta perubahan struktur umur penduduk yang
bergeser ke usia produktif dan lanjut menyebabkan terjadinya tuntutan perubahan
jumlah dan jenis pelayanan kesehatan masyarakat (Wilopo, 1994).
Ketiga : Rendahnya upaya pencegahan dan perilaku hidup
sehat.
Masalah kesehatan masyarakat
Indonesia sebenarnya dapat dicegah secara teoritis atau diintervensi dengan
upaya sederhana dan terjangkau, namun kenyataannya berbagai masalah masih
muncul akibat rendahnya pelayanan pencegahan kesehatan (Wilopo, 2006). Oleh karena itu , upaya peningkatan pencegahan
kesehatan dasar merupakan masalah pokok dalam meningkatkan derajat kesehatan
penduduk. Rendahnya upaya peningkatan pencegahan kesehatan dasar merupakan masalah pokok dapat
dilihat dari berbagai indikator seperti
angka imunisasi lengkap, angka anak diare, angka pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan , angka penemuan kasus TB baru ( Case Detection Rate). Cakupan imunisasi lengkap untuk umur 12 – 23 bulan ternyata baru mencapai 58%,
dengan variasi antara 23.7% di Papua Barat dan 93,8% di DIY (BPS, 2008).
Perilaku masyarakat yang
tidak sehat lainnya adalah tingginya kebiasaan merokok yaitu sebesar 32 % (BPS,
2006). Angka penduduk di bawah usia 20 tahun
yang mulai merokok sebesar 60% tahun 1995 menjadi 68% tahun 2001.
Keempat : Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan.
Hal ini terlihat dari masih
rendahnya akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Pada tahun
2007, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air bersih baru
mencapai 50% dan akses rumah tangga terhadap sanitasi dasar baru mencapai 63.5%
(DepKes, 2007).
Kelima : Masih rendahnya keterjangkauan pemerataan dan
kualitas pelayanan kesehatan.
Hampir di semua
kabupaten/Kota telah memiliki RS Pemerintah, namun kualitas pelayanan sebagian
besar masih rendah, yang berakibat banyak anggota masyarakat kurang puas
terhadap mutu pelayanan RS dan Puskesmas. Ketidak puasan terutama dikarenakan
lambatnya pelayanan, kesulitan administrasi dan lamanya waktu tunggu (DepKes,
2008).
Keenam : Mahalnya harga obat.
Berbagai suplemen dan
obat-obatan dan makanan semakin banyak
di pasaran yang dijual bebas. Masyarakat membutuhkan pelayanan dalam menjamin
kualitas obat dan makanan yang beredar dan dikonsumsi. Karena sebagai dampak
globalisasi yang terkait perdagangan bebas, kondisi kesehatan masyarakat,
menjadi semakin rentan akibat konsumsi obat dan makanan yang tidak memenuhi
persyaratan dan mutu dan keamanan ( BPOM, 2009). Pendidikan tentang bahaya penggunaan
obat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat perlu dilakukan
terus menerus. Suplemen makanan yang tidak mempunyai EBM harus ditarik dari
peredaran.
Ketujuh : Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi
yang tidak merata.
Indonesia membutuhkan
kecukupan tenaga kesehatan di semua aspek. Pada tahun 2007 diperkirakan per
100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 7,7 dokter umum, 2.7 dokter gigi, 3.0
dokter spesialis dan 8.0 bidan . Sedangkan Tenaga Kesehatan Masyarakat per
100.000 penduduk baru dilayani oleh 0.5 Sarjana Kesehatan Masyarakat, 1.7
Apotheker, 6.6 ahli gizi, 0.1 tenaga epidemiologi, 4.7 tenaga sanitasi (Giatno
2008).
Keterbatasan ini diperburuk
dengan ketidak merataannya tenaga
kesehatan misalnya sebanyak 2/3 tenaga
kesehatan berada di pulau Jawa.
Bagaimana dengan tuntutan
masyarakat kepada fasilitas pelayanan dengan standar global?
Hal ini memerlukan
kebijakan yang mendalam dari berbagai stakeholders terkait.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar