Ada suatu kasus begini, seorang pasien
laki-laki 67 tahun diketahui mengalami gagal ginjal dan selalu menjalani
hemodialysis selama beberapa tahun. Suatu ketika dia diopname karena mengalami refluk-esophagus
setelah menjalani sebuah operasi. Gejala ini mengakibatkan dimulainya terapi
dengan pemberian cimetidin. Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, dosis
cimetidin diturunkan menjadi separuhnya.
Tiga hari kemudian, pasien menunjukkan gejala
pusing dan seperti orang kebingungan. Diagnosis awal adalah pasien mengalami
dimensia akibat proses hemodialisis dan dokter memberitahukan kepada keluarga
pasien bahwa hemodialysis akan segera dihentikan. Pada sesi konseling, juga
disarankan bahwa pemberian cimetidin juga dihentikan. Dua hari kemudian, pasien
mengalami kondisi “gawat” dan dibawa ke rumah sakit dan menjalani terapi
hemodialisis.
Dari cerita kasus tersebut
kita dapat memberikan suatu analisis dan kesimpulan bahwa jenis penyakit
tertentu memang bisa mempengaruhi respon obat. Maknanya bahwa klinisi harus
berupaya semaksimal mungkin untuk memperoleh informasi mengenai penderita untuk
tujuan penyesuaian dosis individual. Hal ini karena parameter seperti penyakit
terdahulu, usia, jenis kelamin dan berbagai faktor lainnya akan mempengaruhi
efek farmakodinamik suatu obat terhadap pasien. Selain itu, berbagai faktor
dapat mempengaruhi farmakokinetik obat seperti absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi.
Kemunduran fungsi ginjal merupakan satu dari
tiga faktor yang sering diabaikan oleh klinisi yang dapat mengakibatkan
“prescribing error”, sehingga pada kasus seperti diatas diperlukan penyesuaian
dosis. Penilaian fungsi ginjal tidak cukup hanya dengan mengukur kadar
creatinin serum, akan tetapi banyak para klinisi melupakan untuk mengukur clearens
creatinin (parameter yang mempengaruhi kadar obat dalam darah.
Mekanisme Ekskresi Obat Melalui Ginjal
- Filtration
and concentration
- Abnormalitas Fungsi glomerular
- Glomerular desease
- Abnormalities of Glomerular Permselectivity and Nephrotic Syndrome
- Interstinal nephritis
- Gagal Ginjal Akut
- Gagal Ginjal Kronis
Efek
Penyakit Ginjal Terhadap Eliminasi Obat
• Clearens total (CLE) dan dosis obat mempengaruhi
konsentrasi steady-state (Css) dalam darah
• Penurunan
nilai Clearens total (CLE) akan meningkatkan konsentrasi steady-state
(Css) dalam darah
• Clearens
total terdiri dari Clearens renal dan clearens non renal
• Clearens
renal digambarkan oleh clearens creatinin.
Untuk pria, clearens kreatinin dapat diukur dengan persamaan :
Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan cara
(1). Memperkecil dosis
(2). Memperpanjang jarak interval
(1). Memperkecil dosis
(2). Memperpanjang jarak interval
Pengaruh Penurunan Fungsi Ginjal terhadap Non-Renal Metabolisme
Pada umumnya obat yang diekskresikan melalui
ginjal adalah dalam bentuk metabolit.
Implementasinya adalah kerusakan ginjal akan
berpengaruh pada jumlah metabolit, yang mungkin akan memberikan efek
farmakologi tertentu, sedang pengaruhnya tergantung dari jalur metabolisme.
Efek Penyakit Ginjal terhadap Distribusi
- Kerusakan ginjal terkadang ditandai dengan ditemukannya protein di dalam urin (ureimia)
- Kerusakkan ginjal mempengaruhi ikatan obat pada protein plasma, dengan cara:
1.
Menurunkan
jumlah albumin.
2.
Perubahan
struktur pada sisi ikatan protein plasma.
3.
Terdesaknya
obat dari sisi ikatan karena adanya senyawa lain yang gagal di ekskresikan
melalui ginjal.
- Penurunan jumlah albumin akan meningkatkan volume disribusi (Vd)Contoh : terjadinya perubahan profil distribusi phenitoin pada penderita yang mengalami kemunduran fungsi ginjal.
- Pada beberapa kasus, ikatan obat pada protein jaringan juga akan terpengaruh.
Efek Penyakit Ginjal terhadap Absorbsi Obat
Secara umum bioavailabilitas pada kebanyakan
obat tidak terpengaruh oleh keruskkan ginjal. Namun demikian, ada penelitian
lain yang menyebutkan adanya penurunan kecepatan absorbsi d-xylosa (0.555/jam)
pada pasien dengan gagal ginjal kronis dan 1.03/jam pada pasien normal. Jumlah d-xylosa yang diabsorpsi juga lebih
sedikit (48.6% Vs. 69.4%). Penelitian lain lagi juga menyebutkan terjadinya
pengurangan bioavailabilitas furosemid dan pindolol pada pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal.
Penyesuaian Dosis pada Penderita Gangguan
Ginjal
• Terapi
obat secara individual harus dilakukan pada penderita dengan gangguan ginjal.
Umumnya, penyesuaian dosis di dasarkan pada clearence creatinin.
• Penyesuaian
dosis lebih kompleks untuk obat yang terlalu cepat dimetabolisme atau
obat-obatan yang mengalami perubahan pada ikatannya dengan protein akibat
keadaan gagal ginjal.
• Penyesuaian
regiment dosis yang optimal tergantung pada keakuratan hubungan parameter
farmakokinetik obat dan parameter fungsi ginjal dan juga tergantung pada
penilaian yang akurat terhadap sisa fungsi ginjal yang masih baik.
Beberapa
parameter yang harus difahami dalam penyesuaian dosis individual antara lain :
Kode
|
Uraian
|
Ket.
|
Scr
|
kadar serum creatinin
|
normal : 0.5 – 1.2 mg/dL
|
CLcr
|
jumlah creatinin yang dibersihkan dari darah tiap
menit
|
normal : 120 mL/min
|
k
|
tetapan kecepatan eliminasi
|
|
fe
|
jumlah obat dalam bentuk utuh(parent drugs) yang
dieliminasi melalui ginjal
|
|
Q
|
Faktor penyesuaian
|
(0 - 1)
|
KF
|
rasio CLcr pasien terhadap CLcr normal
|
|
CLPT
|
total body clearens pasien
|
|
CLnorm
|
total body clearens orang normal
|
|
τf
|
interfal pemberian obat (jam) pada pasien gagal
ginjal
|
|
τn
|
interfal pemberian obat (jam) pada orang normal
|
tulisan yang bagus dan bermanfaat sekali....terimakasih untuk postingannya!
BalasHapusthank you
BalasHapusBoleh tau literaturnyaa gak ?? Thx
BalasHapusLiteratur dari berbagai jurnal.
BalasHapusTerima kasih ya dok informasinya
BalasHapus