Evaporator recycling solvent

Alat penguapan pelarut hasil ekstraksi bahan obat alam/jamu.

Bengkel peralatan produk herbal

Suasana bengkel "Lansida Group"

Berbagai kapasitas alat suling minyak atsiri

Perlengkapan alat destilasi Lansida Group siap packing yang akan dikirim ke alamat customer.

Alat suling minyak atsiri skala rumah tangga

Salah satu produk alat suling type kukus kohobasi skala rumah tangga.

Kencur (Kaempferia galanga L.)

Suku : Zingiberaceae

Kandungan kimia
Rimpang mengandung minyak atsiri yang tersusun dari monoterpenoid, sesqui-terpenoid (komponen utama adalah asam etilestersinnamat dan asam etilester p-metoksinamat) borneol, kamfene, p-metoksistiren,n-pentadekan, p-metoksi-stirene. Di samping itu terdapat pula golongan senyawa flavonoid.2,3,6)
Kamfene (C10H16) juga menjadi bahan penyusun minyak atsiri jahe, dan minyak sereh, dan juga ditemui dalam familia Lauraceae.
Borneol (C10H18O) banyak tersebar di alam sebagai komponen minyak atsiri. Di bidang industri borneol murni bersama juga isoborneol digunakan sebagai bahan baku penyusun parfum dan bahan pengester. Borneol murni bersifat racun, mengakibatkan kekacauan mental dan bingung.8)


Validasi Metode

Saat ini ada banyak metode analisis kimia yang dikembangkan, baik itu mengacu dari Farmakope, Materia Medika ataupun jurnal dari hasil penelitian. Salah satu metode yang dikembangkan saat ini adalah metode kromatografi.
Berbagai hal yang terkait dengan kromatografi antara lain adalah bagaimana menentukan validasi metode dengan benar agar didapat hasil analisis yang paling baik. Bagian spesifik dari bab ini menggambarkan cara validasi metode analisis sediaan/senyawa dengan metode kromatografi.
Ada beberapa jenis kromatografi yang dikembangkan sesuai dengan acuan Farmakope antara lain :
  1. Column Chromatography (CC)
  2. Vacuum Liquid Chromatography (VLC)
  3. Paper Chromatography (PC)
  4. Thin Layer Chromatography (TLC)
  5. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
  6. Gas Chromatography (GC)
Untuk memperoleh hasil analisis yang paling baik maka haruslah mempertimbangkan semua variabel yang terkait dengan metode analisis. Variabel tersebut antara lain prosedur pengambilan sampel, tahap penyiapan sampel, jenis penjerap yang digunakan pada kromatografi, fase gerak, dan sistem deteksinya. Banyaknya parameter yang harus divalidasi tergantung pada tujuan analisis. Bagian ini membahas validasi yang difokuskan pada metode kromatografi yang antara lain :

Kemukus (Piper cubeba L. f.)

Suku       : Piperaceae
Sinonim : Cubila officinalis Miq.

Kandungan kimia
Minyak atsiri 10-20% terdiri atas kadinen, sineol, karen, sabinen, pinen, kamfor, azulen, teerpineol. Asam Kubebat lebih kurang 1%, damar 2,5-3,5%, zat pahit (kubebin 0,3-3%), piperin 0,1-0,4%, gom, pati dan minyak lemak.3,11,16)

Buah Piper kubeba (kemukus) mengandung senyawa lignan yang terdiri dari kubebin, hinokinin, klusin, dihidrokubebin, dihidro-klusin, kubebinin yatein, kubebino-lida, kordigerin, isoyatein (2R,3R)-2-(3",4"-metilen-dioksi-benzil)-3-(3',4'-dimetoksi-benzil) butirolakton. Minyak atsiri 10-15% dan oleoresin 3% yang terdiri dari kubebin 2% asam kebebat 1%.4)

Kubebin C20H20O6 adalah senyawa tak berbau, berbentuk kristal jarum kecil, melebur pada 132oC, memiliki rasa pahit dalam larutan alkohol. Dia larut dalam alkohol, kloroform dan eter. Pada proses oksidasi, akan terurai menjadi kubebinolida, yang identik dengan hinokinin, yaitu suatu senyawa resin fenolik alami.
Asam Kubebat adalah senyawa amorf berwarna putih. Dia memiliki nilai terapi 1-3% dari seluruh biji kemukus, tergantung dari kadarnya.9)

Efek biologik
Karena memiliki aksi mengiritasi lokal terutama pada membrana mukosa, maka kemukus sering digunakan sebagai stimulansia (misalnya sebagai perangsang keluarnya air seni, air liur, angin perut dan sebagainya). Senyawa aktif dari kemukus seluruhnya dikeluarkan dari tubuh melalui ginjal, pada organ inipun, melalui saluran kencing akan mengiritasi membarana mukosa yang bersangkutan, hingga merangsang keluarnya air seni. Disamping itu oleh adanya kandungan resin-resin fenolik yang bersifat antiseptik, maka sering digunakan untuk menghentikan (atau setidaknya memperlambat) semakin parahnya penyakit-penyakti infeksi pada kelamin.9)

Minyak atsiri kemukus dilaporkan dapat mengurangi rata-rata kematian tikus yang diinjeksi dengan virus influenza dibanding dengan kontrol. Ekstrak heksana buah kemukus memberikan efek bronkodilatasi terhadap trakhea terpisah yang telah diberi bronkokonstriktor. Hal ini membuka kesempatan untuk diteliti dengan seksama.
Stimulant, Carminative, Expectorant.16)

Dosis
Untuk obat sesak nafas, 5 g serbuk biji diseduh dengan 1 gelas air, setelah dingin disaring, hasil saringan ditambah 1 sendok makan madu, aduk lalu diminum sekaligus.15)
Untuk radang selaput lendir digunakan 2 gram (0,6-4 gram) serbuk biji yang telah dikeringkan.5,9)

Identifikasi
Pemberian 1 tetes asam sulfat pekat pada serbuk biji memberi warna ungu kemerahan.
Kadar minyak atsiri ditetapkan berdasar-kan penetapan kadar minyak atsiri dari buku resmi The National Formulary Edisi X.

Keseragaman Mutu
Keseragaman mutu diacu berdasarkan buku NF edisi X, buku The United States Dispensatory (USD) serta buku United States of Phamacopoeia (USP) sebagai berikut 9) :

  • Cemaran buah muda : tidak boleh lebih dari 10%
  • Cemaran batang/ranting : tidak boleh lebih dari 5%
  • Cemaran bahan asing : tidak boleh lebih dari 2%
  • Kadar abu : tidak boleh lebih dari 8%
  • Kadar abu tak larut asam : tidak boleh lebih dari 2%
Bentuk sediaan
Oleum Cubebae adalah minyak atsiri yang diperoleh dari hasil penyulingan buah Piper cubeba Linn, yang disimpan dalam botol gelap tertutup rapat, di tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya. Oeum Cubebae tidak boleh lebih dari berwarna atau sedikit hijau sampai kuning kehijauan dengan bau yang khas kemukus. Bobot jenis pada suhu 25OC adalah 0,905-0,925, memutar bidang polarisasi ke kiri -20OC hingga -40OCpada suhu 25OC. Larutan dalam alkohol menunjukkan reaksi netral terhadap lakmus.

Oleoresin Cubebae
Cara membuat oleoresin Cubebae skala laboratorium sbb: 500 g serbuk kemukus (ayakan nomor 30) dimasukkan ke dalam alat perkolator gelas, lalu direndam dengan alkohol sampai semua serbuk terendam, lalu teteskan pelan-pelan. Apabila cadangan alkohol yang digunakan untuk merendam serbuk berkurang, maka ditambahkan lagi alkohol sampai semua alkohol yang menetes jernih tidak berwarna. Hasil tetesan (perkolat) diuapkan dengan vacuum evaporator hingga diperoleh sari yang pekat. Residu yang berupa masa kental seperti lilin dan bahan-bahan yang mengkristal tidak digunakan , yang digunakan sebagai oleoresin adalah bagian cairannya. Dosis 0,5 gram.

Troschisci Cubebae : 2 gram oleoresin dicampur bersama 1 ml minyak sassafras, 25 gram sari kering glycirrhiza, 12 gram serbuk acacia, dan sirup secukupnya sampai dicapai berat 100 gram.1,9)

Kegunaan di masyarakat
Secara tradisional buah kemukus digunakan untuk peluruh air seni, asma, peluruh air liur, pencegah mual dan peluruh kentut.3,7) Fructus cubebae memberikan efek stimulasi selaput lendir, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan bronkitis, bahan ini digunakan dalam bentuk serbuk (jarang dalam bentuk ekstrak atau minyak menguapnya), sebagai campuran rokok untuk asma. Minyaknya digunakan dalam pengobatan kencing nanah.6) 

Deskripsi
Perawakan : semak, memanjat, 5 - 15 m.
Batang: Bulat, pemanjat dengan akar pelekat, dundul, buku membenjol.
Daun : tunggal, bertangkai, duduk berseling, bentuk bulat telur atau bulat telur memanjang, pangkal jantung atau membulat, ujung meruncing pendek, permukaan berambut pubes, dengan kelenjar-kelenjar rapat, 8 - 15 cm x 2,5 - 9 cm, tangkai 0,5 - 2 cm.
Bunga : majemuk bulir (untai), 3 - 10 cm, daun pelindung permukaan atas berambut pubes, berumah satu, tangkai induk 0,5 - 2 cm.
Bulir jantan : daun pelindung bulat memanjang - bulat telur terbalik, 1,5 - 2 cm x 0,75 - 1 cm, benang sari.
Bulir betina : agak melengkung, daun pelindung bulat memanjang, 4 - 5 mm x 8 mm, aksis dari bulir gundul, kepala putik 3 - 5 .
Buah : 3 - 15 mm, berkerut pangkal membulat, jingga tua, diameter 6-8 mm. Biji : bulat bola.

Waktu berbunga  : Januari - Desember
Distribusi               : Di Jawa pada elevasi 10 - 400 m.dpl., Di hutan dan di budidaya.
Keanekaragaman : Memiliki variasi morfologi

Budidaya
Tanaman kemukus dapat tahan hidup hingga 15 tahun lebih, ditanam melalui stek berukuran 7 ruas (tanpa daun) atau menggunakan stek satu ruas (berdaun satu) dari batang yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, sementara pohon pnjatan yang baik adalah pohon turi (Sesbania grandiflora) atau tanaman gamal (Glyricidia sp.). Media stek yang dipakai adalah tanah yang gembur dan miskin pasir, lingkungan stek harus lembab, namun tidak becek, pembuangan kelebihan air perlu diperhatikan. Stek daun tidak tahan terhadap sengatan panas matahari, maka perlu naungan atap atau sejenisnya. Penyakit yang sering dijumpai ialah Cephaleuros virescens, suatu ganggang yang dapat menimbulkan bercak-bercak pada daun dan ranting dan dapat menggugurkannya. Penyakit lain dapat menyerang pada akar dan pangkal batang.2)

Pustaka
  1. Anonim, 1916, The Pharmacopoeia of the United States of America., 9th Ed., P. Blakiston's Son & Co., Philadelphia.
  2. Anonim, 1979, Materia Medika Indo-nesia, jilid I, Departemen Kesehatan RI, hal 79.
  3. Anonim , 1985, Tanaman Obat Indo-nesia., Jilid I., Depatemen Kesehatan RI., Jakarta p.44-45.
  4. Badheka, L.P; Prabhu B.R; Mulchandani NB; 1986 Dibuty-rolactone lignans from Piper cubeba, Phytochemistry, vol 25, No.2, p.487-489.
  5. Bambang Sutrisno R., 1974, Ichtisar Farmakognosi., Edisi IV., Pharma-science Pasific., Jakarta., P.170
  6. Heyne, K; 1952, De Nuttige Planten van Indonesie, N.V.Uitgeverijw van Hoeve-'s Gravenhagen, Bandung.
  7. Mardisiswojo. S, Mangunsudarso R.H., 1965, Tjabe Pujang Warisan Nenek Mojang, cetakan I, penerbit Prapantja., Jakarta., P.41.
  8. Nadkarni A, K; (1954) Indian Materia Medica 3rd Ed. Vol 2 p.400-401.
  9. Osol A., GE. Farrar, 1955, The Dispensatory of the United States of America., 25th Ed. J.B. Lippincott Company., Philadelphia., P.403-404.
  10. Paris, R.R; Moyse M.H; 1981 Matiere Medicale., Tome II, Masson, Paris, p.115.
  11. Perry, L.M; 1980, Medicinal Plants of East and Southeast Asia, The MIT Press, Cambridge-London.
  12. Rismunandar, 1993, Lada: Budidaya dan Tata Niaganya., Panebar Swadaya., Jakarta.
  13. van Steenis, C.G.G.J., 1975, Flora Untuk Anak Sekolah di Indonesia, P.T. Radnya Paramita, Jakarta.
  14. Soediarto, 1985, Tiga Puluh Tahun Penelitian Tanaman Obat, Seri pengembangan, No.5, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Biologi, Bogor.
  15. Sri Sugati, 1991 Sugati S., Johny Ria Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia., Jilid I., Balitbang Kesehatan., DepKes RI. Jakarta, p. 456-457.
  16. Wagner, H; 1984, Plant Drugs Analysis, Springer Verlag, Berling, p.249-250.

Lengkuas (Languas galanga (L.) Stuntz.)

Suku       : Zingiberaceae
Sinonim : Alpinia galanga (L.) Swartz
                  Alpinia pyramidata Bl.

Kandungan kimia
Rimpang mengandung 0,5 - 1 % minyak atsiri yang terdiri dari sesquiterpen hidrokarbon, sesquiterpen alkohol sebagai komponen utama; minyak atsiri terdiri atas 5,6% sineol, 2,6% metilsinamat. Di samping itu terdapat pula (walau dalam jumlah relative kecil) eugenol; galangol (diaril heptanoid) (senyawa berasa pedas), gingerol; asetoksikavikol asetat, asetoksieugenol asetat, kariofillenol-1.4,5)
Gingerol C17H26O4 juga terkandung dalam rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe.) berupa minyak berwarna kuning, rasa pedas, indeks bias 1,5212. Larut dalam olkohol, eter, kloroform, benzena dan sedikit larut dalam petroleum eter panas.12)

Akurasi

Akurasi merupakan kedekatan antara nilai terukur (nilai rata-rata hasil analisis) dengan nilai yang diterima sebagai nilai sebenarnya, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, ataupun nilai rujukan. Nilai akurasi juga dapat dijadikan sebagai petunjuk kesalahan sistematik.
Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (standard reference material, SRM).
Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali. Nilai rata-rata perolehan kembali sediaan obat seharusnya antara 98-102 % dari nilai teoritis.

Contoh protokol validasi metodenya :
Ke dalam larutan matriks blanko suatu tablet (yang mengandung semua bahan tambahan kecuali senyawa obat) di-spiking dengan senyawa obat pada level 50, 75,100, 125, dan 150 % dari target konsentrasi obat yang akan dianalisis. Prosedur ini harus dilakukan paling tidak 3 kali menggunakan matriks blangko yang disiapkan secara terpisah dari senyawa obat dan lebih terpilih jika dilakukan dalam 2 hari atau lebih. Hasil analisis dengan KCKT harus dibandingkan dengan baku senyawa uji yang ditambahkan pada masing-maisng level spiking.

Rata-rata perolehan kembali (recovery) analit harus antara 99 – 101 % pada tiap level.

Referensi :
  1. Swartz, M.E., and Krull, I.S., 1997, Analytical Method Development and Validation, Marcell Dekker, USA.
  2. Snyder, L. R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development, John Wiley & Son, New York.

Presisi (Kesalahan random)

Presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Konsep presisi diukur dengan simpangan baku. Presisi dapat dibagi lagi menjadi 2 atau 3 kategori. Komisi Eropa membagi presisi ke dalam keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproducibility). Keterulangan merupakan presisi pada kondisi percobaan yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, dan dilakukan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan sering dirujuk sebagai pengukur. Ketertiruan menggambarkan presisi yang dilakukan pada percobaan yang berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.

FDA (Food and Drug Administration), suatu badan pengawas obat dan makanan di Amerika, selain dengan keterulangan dan ketertiruan, juga menggunakan istilah presisi antara (intermediate precision) untuk menggambarkan presisi yang dilakukan dengan salah satu aspek yang berbeda, misal alatnya sama tapi analisnya berbeda, dan sebagainya.

Standar deviasi ketertiruan (reprodusibilitas) pada umumnya 2-3 kali lebih besar dibanding standar deviasi keterulangan (repitibilitas). Presisi akan menurun dengan menurunnya konsentrasi. Ketergantungan ini dirumuskan dengan:
RSD = 2(1-0,5exp logC)

Yang mana RSD (standar deviasi relatif dinyatakan dalam persen); dan C = konsentrasi analit.
Kisaran konsentrasi dalam sediaan farmasi biasanya antara 0,001-1 karenanya nilai RSD untuk keterulangan harus lebih kecil dari 1 %, dan RSD untuk reprodusibiltas kurang dari 2 %.

Contoh protokol validasi metodenya :
Presisi: Pengulangan injeksi

Siapkan larutan baku senyawa obat (lebih terpilih dalam pelarut fase gerak). Injeksikan suatu sampel larutan baku paling sedikit 10 kali (lebih terpilih jika dilakukan injeksi lebih dari 10 kali, misalkan 30-40 kali). Hitunglah respon masing-masing injeksi dan hitunglah RSD-nya.
Nilai standar deviasi relatif (RSD) respon ≤ 1,0 %.
Presisi: Pengulangan (antar pengujian)
Secara individual, siapkan larutan senyawa obat dengan konsentrasi yang berbeda-beda (lebih terpilih dalam pelarut fase gerak). Injeksikan masing-masing sampel 3 kali (lebih terpilih jika dilakukan injeksi lebih dari 10 kali , misalkan 30-40 kali). Hitunglah respon masing-masing injeksi dan hitunglah RSD-nya.
Nilai standar deviasi relatif (RSD) respon ≤ 2,0 %.

Presisi: antara
Ujilah suatu sampel senyawa obat beberapa kali dalam kisaran waktu yang berbeda, paling tidak dalam beberapa hari (lebih terpilih dalam pelarut fase gerak). Uji juga larutan baku yang sesuai dan gunakanlah kondisi percobaan yang sama akan tetapi analis, alat, dan lain-lain yang digunakan berbeda. Hitunglah nilai uji masing-masing sampel dan hitunglah presisinya.
Nilai standar deviasi relatif (RSD) harus ≤ 2,0 %.

Referensi :
  1. Adamovics, J.A., 1997, Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals, 2nd Edition, Marcel Dekker, New York.
  2. Swartz, M.E., and Krull, I.S., 1997, Analytical Method Development and Validation, Marcell Dekker, USA.

Batas Pengukuran

Ada 2 kategori terkait dengan batas pengukuran. Yang pertama adalah batas deteksi (limit of detection) dan yang kedua adalah batas kuantifikasi (limit of quantification).

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Sebagai contoh, batas deteksi merupakan banyaknya sampel yang menunjukkan respon (S) 3 kali terhadap derau (N) atau LOD = 3 S/N.

Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan). Kadang-kadang rasio signal to noise 10: 1 digunakan untuk menentukan LOQ. Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10: 1 merupakan aturan umum, meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ merupakan suatu kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang lebih tinggi harus dilaporkan.

Protokol Validasi Metode
Contoh protokol ini adalah pengujian senyawa obat dalam sediaan tablet dengan HPLC fase terbalik. Meskipun demikian, prinsip-prinsip umum dapat diaplikasikan untuk analisis yang lain dan metode yang lain, misalnya pengujian kemurnian suatu obat dengan HPLC, dan juga penentuan pengotor dalam jumlah sekelumit dengan HPLC dan GC.

Caranya :
Dengan menggunakan larutan baku senyawa obat yang menghasilkan rasio signal to noise (S/N) paling sedikit 30, lakukan pengenceran sampel dan buatlah pengukuran berlipat (paling sedikit 6 kali injeksi masing-masing larutan yang konsentrasinya berbeda) dengan metode analisis, misalkan dengan HPLC. Lanjutkan proses ini sampai salah satu keadaan berikut terjadi:

a. Rasio S/N kurang lebih 10.
b. Presisi (SD) terhitung untuk serangkaian 6 pengukuran ≤ 3%.

Referensi :
  1. Swartz, M.E., and Krull, I.S., 1997, Analytical Method Development and Validation, Marcell Dekker, USA.
  2. Snyder, L. R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development, John Wiley & Son, New York.

Linieritas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x).

Evaluasi linieritas paling baik dicirikan dengan metode uji kurva respon. Suatu alur yang menyatakan hubungan antara konsentrasi analit dengan responnya seringkali linier pada konsentrasi tertentu.

Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya.

Pengujian komponen utama (bahan aktif dalam jumlah banyak) suatu sediaan :
Karakteristik ini haruslah dievaluasi sebagai bagian dari studi akurasi di atas. Linieritas dapat diuji dengan menyiapkan larutan baku senyawa obat sendiri, lebih terpilih jika menggunakan fase geraknya sebagai pelarut pada kisaran konsentrasi analisis rutin. Suatu kisaran yang diperluas dapat juga diuji (misalkan <50 % dan >150 % dari target konsentrasi analit) jika diharapkan untuk jenis analisis yang lain.

Metode harus menunjukkan linieritas dalam kisaran yang diharapkan. Linieritas harus diukur dan dilaporkan sebagai suatu konstanta faktor respon pada kisaran pengukuran-pengukuran yang diharapkan.

Referensi :
  1. Snyder, L. R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development, John Wiley & Son, New York.
  2. Chan, C.C., Lam, H., Lee, Y.C., and Zhang, X-M., 2004, Analytical Method Validation and Instrument performance Verification, Wiley Interscience, A John Wiley and Sons, New York, USA.

Spesifisitas

Spesifisitas suatu metode analisis adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel seperti adanya penganggu, prekursor sintetik, produk degradasi, dan komponen matriks. Dalam teknik pemisahan, daya pisah (resolusi) antara analit yang dituju dengan penganggu lainnya harus >1,5.
ICH membagi spesifisitas dalam 2 kategori, yakni uji identifikasi dan uji kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas ditunjukkan dengan kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang mempunyai struktur molekul yang hampir sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan pengukuran kadar, spesifisitas ditunjukkan oleh daya pisah 2 senyawa yang berdekatan (sebagaimana dalam kromatografi). Senyawa-senyawa tersebut biasanya adalah komponen utama atau komponen aktif dan atau suatu pengotor. Jika dalam suatu uji terdapat suatu pengotor (impurities) maka metode uji harus tidak terpengaruh dengan adanya pengotor ini.

Salah satu pendekatan praktek untuk menguji spesifisitas metode analisis adalah dengan membandingkan hasil-hasil analisis yang diperoleh dari sampel yang mengandung pengotor (impurities) dengan sampel-sampel yang mengandung pengotor (impurities). Bias uji merupakan perbedaan hasil antara kedua uji. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa semua penganggu telah diketahui oleh analis dan tersedia untuk kajian spiking.

Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan :
Yang pertama (yang paling diharapkan), adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju ≥ 2).
Cara kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan menggunakan detektor selektif, terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama. Sebagai contoh, detektor elektrokimia atau detektor fluoresen hanya akan mendeteksi senyawa tertentu, sementara senyawa yang lainnya tidak terdeteksi. Penggunaan detektor UV pada panjang gelombang yang spesifik juga merupakan cara yang efektif untuk melakukan pengukuran selektifitas. Deteksi analit secara selektif dengan detektor UV dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik derivatisasi dan dilanjutkan dengan pengukuran pada panjang gelombang tertentu yang spesifik terhadap derivat yang dihasilkan. Sebagai contoh adalah penggunaan senyawa 4-dimetilaminoazobenzen-4’-sulfonil klorida (DABS-Cl) untuk menderivatisasi asam amino yang mana derivat yang terbentuk dapat dideteksi dengan UV pada panjang gelombang 436 nm.

Contoh protokol validasi metode seperti ini :
1. Injeksikan sampel yang mengandung analit dan semua senyawa-senyawa yang terkait dengan analit. Senyawa-senyawa ini juga meliputi kontaminan, reagen-reagen, prekursor sintetik, dan hasil-hasil degradasi yang paling mungkin ada dalam reaksi. Semua senyawa yang dipisahkan dari puncak analit harus mempunyai Resolusi (Rs) ≥ 2.

2. Injeksikan sampel dan bahan-bahan tambahan lain (misalkan yang digunakan dalam suatu sediaan tablet). Semua senyawa yang dipisahkan dari puncak analit harus mempunyai Resolusi (Rs) ≥ 2.

3. Perlakukan bahan aktif atau senyawa obat pada kondisi-kondisi berikut (supaya waktunya efisien) sehingga suatu obat akan terdegradasi 10-30 %. 
  • HCl 0,1 N (kondisi asam) 
  • NaOH 0,1 N (kondisi basa)
  • Dipanaskan sampai 500 drjtC
  • Disinari dengan lampu ultraviolet
  • Ditambah dengan larutan hidrogen peroksida 3%
         Jika kondisi-kondisi perubahan berlangsung sangat ekstrim (degradasinya > 30%), maka faktor-faktor yang menyebabkan degradasi haeus diturunkan. Kondisi-kondisi ekstrim harus dihindari, kecuali jika senyawa tersebut akan diperlakukan pada keadaan ekstrim.
Semua senyawa yang dipisahkan dari puncak analit harus mempunyai Resolusi (Rs) ≥ 2.

4. Kumpulkan puncak analit senyawa obat yang dituju, lalu :
  • sampel diinjeksikan kembali pada kromatografi yang berbeda (misalkan dengan TLC, GC, elektroforesis, dll)
  • Puncak dianalisis dengan menggunakan teknik spektra yang lain (IR, MS, NMR,dll)
  • Tidak ada bukti munculnya senyawa lain
5. Kumpulkan puncak analit senyawa obat dalam 3 bagian (awal, tengah, dan akhir) dan lakukan analisis lagi dengan HPLC.
Tidak ada bukti munculnya (bentuk puncak) senyawa-senyawa tambahan.

6. Rubahlah kondisi-kondisi metode KCKT (persen pelarut organik dalam fase terbalik, jenis pelarut, kemiringan gradien dalam elusi bergradien, suhu, kekuatan ionik dan atau bufer) dan lihatlah puncak-puncak tambahan yang terpisah dari puncak analit.
Tidak ada bukti munculnya (bentuk puncak ) senyawa-senyawa tambahan.

Referensi :
Swartz, M.E., and Krull, I.S., 1997, Analytical Method Development and Validation, Marcell Dekker, USA.

Tujuan Validasi Metode

Tujuan utama validasi metode adalah untuk menghasilkan hasil analisis yang paling baik. Untuk memperoleh hasil tersebut, semua variabel yang terkait dengan metode analisis harus dipertimbangkan seperti prosedur pengambilan sampel, tahap penyiapan sampel, jenis penjerap yang digunakan pada kromatografi, fase gerak, dan sistem deteksinya. Banyaknya parameter yang harus divalidasi tergantung pada tujuan analisis. Pada bagian ini, pembahasan validasi difokuskan pada metode kromatografi.

Prosedur analisis mempunyai 4 tujuan utama yaitu :
  1. analisis kuantitatif komponen-komponen utama atau bahan aktif.
  2. penentuan pengotor (impurities) atau produk-produk hasil degradasi.
  3. penentuan karakteristik-karakteristik kinerja.
  4. uji identifikasi.
Sedangkan gambaran mengenai karakteristik kinerja yang harus dievaluasi untuk jenis-jenis prosedur analisis yang umum adalah :
  1. Akurasi
  2. Presisi (Repeatibilitas dan Presisi antara)
  3. Spesifisitas
  4. LOD (limit of detection)
  5. LOQ (limit of quantification)
  6. Linieritas
Tabel karakteristik validasi dan jenis prosedur analisisnya sebagai berikut :

Daftar Isi

Jahe (Zingiber officinale Roxb.)

Kandungan kimia
Rimpang mengandung 0,6-3% minyak atsiri yang terdiri α-pinen, β fellandren, borneol, camfen, limonen, Linalool, citral, nonilaldehid, desilaldehid, metilheptenon, sineol, bisabolen, 1-β-kurkumen, farnesen , humulen, 60% Zingiberen dan zingiberole menguap (zat pedas gingerol yaitu: (6)-gingerol 60-85%; (4)-Gingerol; [8]-gingerol 5-15%, [10]-gingerol 6-22% (12)-Gengerol; (6)-metilgingerdiol; Zogaol, Zingeron; (6)-Gingerdiol; (8)-Gingerdiol; (10)-Gingerdiol; Diarilheptanoida, Diaryl-3-hidroksi-5-heptanon, aril-kurkumen, -bisabolon, (E)--farnesen.

Minyak atsiri Jahe yang tumbuh di Australia mengandung monoterpen sebagai komponen mayoritas seperti camfor, β -fellandren, geranial, neral, linalool.  Minyak atsiri jahe yang tumbuh di Vietnam terdiri dari 2/3 bagian monoterpen dan 1/3 bagian sesquiterpenen.  Sebagian komponen minyak atsiri rimpang jahe adalah Zingiberen dan suatu seskuiterpen hidrokarbon.  Aroma minyak atsiri jahe disebabkan karena Zingiberol (suatu campuran isomer cis dan trans β -eudesmol).  Komponen minyak atsiri lainnya adalah suatu monoterpen hidrokarbon  dan  monoterpen alcohol seperti α-pinen, limonen, borneol.6,8,14)
Kebutuhan minyak atsiri jahe bisa pesan di www.minyak-atsiri.com.

Efek biologik
Efek biologik jahe dikaitkan dengan kandungan senyawa yang berasa pedas. Disebutkan bahwa senyawa itu mempunyai efek memacu reseptor termoregulasi yang akan mempengaruhi usus dan sekresi empedu secara reflektoris. Telah ditunjukkan bahwa minyak atsiri dan 6-gingerol serta 10-gingerol merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek kolagoga jahe. Disamping itu, 6-gingerol, 6-gingerdion dan 10-gingerdion mempunyai efek menghambat biosintesis prosta-glandin.15) Efek lain telah dilaporkan bahwa infusa jahe ternyata memberikan potensi pada trakhea kelinci terpisah yang telah dipacu dengan bronko-konstriktor sehingga secara logika kurang menguntungkan jika digunakan pada penyakit asma, walaupun efek pada percobaan in vitro tidak selamanya sama dengan efek klinisnya. Jahe juga dilaporkan mempunyai aktivitas proteolitik dan mampu menghambat pertumbuhan Pseudomonas solanacearum.

Pada pemberian intragastrikal 200 ml dekok 25% akan terjadi stimulasi selama 24 jam yang diikuti dengan sekresi cairan lambung. Pada takaran 0,1; 0,5 dan 1 gram jahe dapat terjadi peningkatan cairan lambung dan asam lambung (metode Pavlof) pada anjing puasa.

Juice rimpang segar terbukti memiliki efek hipoglikemik terhadap kelinci dan mencit puasa. Turunnya kadar gula darah secara drastis pada hewan percobaan sehat (kadar gula normal) sedang diteliti mekanismenya.3)

Efek emetika yang diakibatkan karena kupri-sulfat pada anjing dapat ditekan pada pemberian intragastrikal; akan tetapi tidak menghambat efek emetika yang diakibatkan dari apomorfine atau digitalis pada merpati (mempunyai efek antiemetika perifer). Efek antiemetika disebabkan dari Zingeron, Zogaol (Shogaol).

Secara in vitro Zingeron dan Zogaol dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhi dan Vibrio cholerae. Ekstrak air (1:1) dapat menghambat pertumbuhan Trichophyton violaceum.6)

Serbuk Jahe dapat digunakan untuk mencegah terjadinya muntah akibat mabuk kendaraan.7) Selain itu memiliki potensi sebagai antiinflamasi.3)

Kegunaan di masyarakat
Digunakan sebagai peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh kentut, peluruh haid, pencegah mual dan penambah nafsu makan.2)

Cara pemakaian di masyarakat
Mengobati masuk angin
Rimpang jahe ½ jari, rimpang lempuyang wangi ½ jari, rimpang bengle 1/3 jari, rimpang cekur ¾ jari, adas ½ sendok the, pulosari ½ jari, gula-enau 3 jari, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan air bersih 4 gelas sehingga hanya tinggal kira-kira ¾ nya. Sesudah dingin disaring lalu diminum (3 x sehari ¾ gelas).9)

Mengobati muntah-muntah
Rimpang jahe ¾ jari dicuci lalu diiris tipis-tipis, diseduh dengan air panas ¾ cangkir dan madu 1 sendok makan suam-suam kuku diminum (2 x sehari).9)

Mengobati migran/pusing sebelah
Rimpang jahe ½ jari, rimpang lempuyang pahit ½ jari, rimpang cekur ¾ jari, adas ½ sendok teh, pulosari ¾ jari, dicuci lalu ditumbuk halus-halus, diramas dengan air masak 4 sendok makan dan madu murni 2 sendok makan, diperas dan disaring lalu diminum ( 3 x sehari masing-masing 2 sendok makan).9)


Deskripsi Tanaman

Suku      : Zingiberaceae
Sinonim : Amomum zingiber L.

Perawakan : Herba, langsing, 0,3 - 1 m.
Rimpang (Rhizome) merupakan batang asli di bawah tanah, potongan kuning atau jingga.
Batang semu : menampakkan kedudukan daun berseling, hijau.
Daun : helaian bangun garis, panjang 10 - 25 x lebar, pangkal runcing, ujung meruncing mengekor, berambut pada ibu tulang, lainnya gundul, 15 - 25 cm x 8 - 15 mm, tangkai berambut, 2 - 4 mm, lidah memanjang, gundul, 0,75 - 1 cm.
Bunga : majemuk bulir, anak daun pelindung lebih panjang daripada daun pelindung, bulat telur - bulat memanjang, runcing atau tumpul, 2 - 2,5 cm x 1 - 1,5 cm, muncul pada rimpang, bulat telur sempit atau gada terpuntir, 2,5 - 3 x lebar, runcing, 3,5 - 5 cm x 1,5 - 1,75 cm, tangkai karangan gundul lebih dari 25 cm, ruas berambut jarang, 5 - 7 ruas, lanset 3 - 5 cm.
Daun pelindung : sedikit, bulat telur terbalik, ujung membulat, gundul, hijau terang, 2,5 cm x 1-1,5 cm, gigi tumpul. Mahkota: tabung 2 - 2,5 cm, lobus sempit, runcing, kuning kehijauan, 1,5 - 2,5 cm x 2 - 3,5 mm.
Bibir : (labellum) ungu gelap, krem, lobus anterior bulat atau bulat telur terbalik, rata, 12 - 15 x 13 mm. Benang sari : apical appendage ungu, melengkung, 7 mm.
Putik: kepala putik 2 cabang, garis.5)

Waktu berbunga : April
Distribusi : Di Jawa di tanam (tanaman budidaya)

Keanekaragaman
Di temukan adanya cultivar jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah.

Sifat khas
Rasa, rimpang dan bentuk rimpang.

Budidaya
Jahe pada umumnya ditanam di tanah ringan atau yang mudah diolah seperti tanah lempung berdebu, lempung dan liat berpasir yang mengandung bahan organik atau humus. Tumbuh pada ketinggian sampai 900 m d.p.l., tergantung pada klon yang ditanam. Umumnya dikenal 3 klon jahe yaitu jahe putih besar, jahe putih kecil dan jahe merah. Tanaman diperbanyak dengan stek rimpang dari tanaman yang sudah berumur 10-12 bulan. Tanah yang mengandung air berlebihan tidak cocok untuk tanaman jahe sehingga harus diusahakan agar tata pengairan baik.1,11)
Pemupukan : 20 ton/ha pupuk organik (matang) bersama dengan 500 kg/ha, ditambah 200 kg/ha urea, diberikan pada periode 1,2,3,4, dan 5 bulan. Untuk hasil yang baik, pada cuaca kering perlu pemberian air teratur tetapi tidak terlalu banyak.

Pustaka
  1. Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan R.I. hal 120
  2. Anonim, 1985, Tanaman Obat Indonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan R.I. hal 27
  3. Atal CK., & BM, Kapur, 1982, Cultivation and Utilization of Aromatic Plants., Regional Research Laboratory., Council of Scientific & Industrial Research., Jammu-Tawi., India., P.206-208,222,744
  4. Atal CK., & BM, Kapur, 1982, Cultivation and Utilization of Medicinal Plants., Regional Research Laboratory., Council of Scientific & Industrial Research., Jammu-Tawi., India., P.517,598
  5. Backer, G.A, and Bakhuizen, R.C.B., 1968, Flora of Java Vol 2, P.Noordhoff, Groningen.
  6. Chang H.M; But, P.P.H; 1987, Pharmacology and Application of Chinese Materia Medica Vol. I The Chinese Medicinal Material Research Centre, The Chinese University of Hongkong.
  7. Hansel R; 1991 Phytopharmaka (Grundlagen und. Praxis); 2.Aufl; Spinger Verlag, Berlin p.153-154
  8. Hegnauer, R., 1986, Chemotaxonomie der Planzen., Band 7., Birkhauser Verlag, Stuttgart
  9. Mardisiswojo, S. & Rajakmangunsu-darso, H., 1987. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang, Balai Pusataka, Jakarta.
  10. Paris, R. R; Moyse M.H; 1981, Matiere Medicale., Tome II, Masson, Paris, p.80
  11. Soediarto, 1985, Tiga Puluh Tahun Penelitian Tanaman Obat, Seri Pengembangan, No.5, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Biologi, Bogor.
  12. Tjitrosoepomo G; 1994, Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah Mada University Press, hal 422.
  13. Wichtl M; 1994, Herbal Drugs and phytopharmaceutical, Medpharm Scientific Publisher, Stuttgart, p.537-539.
  14. Wagner H; 1993, Pharmazeutische Biologie Drogen and Inhattsstoffe. 5 Aufl. Gustav Fischer Verlag-Stuttgart, p.102.
  15. Zwaving, J; 1987, Mid Career Training in Pharmacochemistry, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.

Ekstraksi Fase Padat

Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat yang biasa disebut Solid Phase Extraction (SPE) merupakan teknik yang relatif baru akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra-perlakuan sampel atau untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misal sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin, dll.
Keunggulan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah:
 Proses ekstraksi lebih sempurna
 Pemisahan analit dari penganggu yang mungkin ada menjadi lebih efisien
 Mengurangi pelarut organik yang digunakan
 Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan
 Mampu menghilangkan partikulat
 Lebih mudah diotomatisasi
Karena SPE merupakan proses pemisahan yang efisien maka untuk memperoleh recovery yang tinggi (>99%) pada SPE lebih mudah dari pada ekstraksi cair-cair. Dengan ekstraksi cair-cair diperlukan ekstraksi beberapa kali untuk memperoleh recovery yang tinggi, sedangkan dengan SPE hanya dibutuhkan satu tahap saja untuk memperolehnya.
Sementara itu kerugian SPE adalah banyaknya jenis cartridge (berisi penjerap tertentu) yang beredar di pasaran sehingga reprodusibilitas hasil bervariasi jika menggunakan cartridge yang berbeda dan juga adanya adsorpsi yang bolak-balit pada cartridge SPE.


Prosedur SPE
Ada 2 strategi untuk malakukan penyiapan sampel menggunakan SPE ini. Strategi pertama adalah dengan memilih pelarut yang mampu menahan secara total analit yang dituju pada penjerap yang digunakan, sementara senyawa-senyawa yang mengganggu akan terelusi. Analit yang dituju yang tertahan pada penjerap ini selanjutnya dielusi dengan sejumlah kecil pelarut organik yang akan mengambil analit yang tertahan ini. Strategi ini bermanfaat jika analit yang diutuju berkadar rendah.
Diagram skematik prosedur SPE sebagai berikut :

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites