Suku : Labiate
Sinonim :
- Orthosiphon spicatus (Thunber) B.B.S. Non Bth.
- Orthosiphon glandiflorus Auct. Non Terrae.
- Orthosiphon stamineus Bth.
Kandungan kimia
Sinonim :
- Orthosiphon spicatus (Thunber) B.B.S. Non Bth.
- Orthosiphon glandiflorus Auct. Non Terrae.
- Orthosiphon stamineus Bth.
Kandungan kimia
Daun mengandung minyak atsiri 0,02-0,06% terdiri dari 60 macam sesquiterpens dan senyawa fenolik. 0,2% flavonoid lipofil dengan kandungan utama sinensetin, eupatorin, skutellarein, tetrametil eter, salvigenin, rhamnazin; glikosida flavonol, turunan asam kafeat (terutama asam rosmarinat dan asam 2,3-dikaffeoil tartarat ), metilripariokromen A 6-(7,8-dimetoksi-2,2-dimetil [2H,1-benzopiran]-il), saponin serta garam kalsium (3%) dan myoinositol.4,9,13) Hasil ekstraksi daun dan bunga Orthosiphon stamineus ditemukan metilripariokromen A atau 6-(7,8-dimetoksietanon).4)
Juga ditemukan senyawa golongan flavonoid.
- Sinensetin ( 5,6,7,3',4'- pentametoksi flavon )
-Tetrametilskutellarein (5,6,7,4'-tetra metoksi flavon)
-5-hidroks i 6,7,3',4' tetrametoksi flavone.
-Salvigenin (5-hidroksi-6,7,4'-trimetoksi flavon)
-Kirsimaritin (5,6-dihidroksi-7,4'-dimetoksi flavon)
-Pilloin (5,3’-dihidroksi-7,4’-dimetoksi flavon)
-Rhamnazin (3,5,4'-trihidroksi-7,3'-dimetoksi flavon).5)
Juga ditemukan 9 macam golongan senyawa flavon dalam bentuk aglikon, 2 macam glikosida flavonol, 1 macam senyawa kumarin, asam kafeat dan 7 macam senyawa depsida turunan asam kafeat, skutellarein, 6-hidroksiluteolin, sinensetin.11)
Efek biologik
Efek diuretik telah dibuktikan dengan percobaan farmakologi dan uji klinis. Diduga efek ini disebabkan oleh flavonoid, mesoinositol, minyak menguap, kalium atau efek sinergis dari senyawa-senyawa tersebut. Kumis kucing juga dilaporkan dapat menaikkan pengeluaran asam urat sehingga sering digunakan untuk obat rematik dan gangguan ginjal karena asam urat.3,8,14) Dosis yang lazim digunakan adalah 1 laki sehari 2,5 g daun yang direbus sehingga diperoleh cairan 1 cangkir. Dilaporkan bahwa akar (kandungan g-piron) dapat digunakan pada diabetes.13) Hasil penelitian lain terhadap Orthosiphon spicatus menyitir bahwa tidak menutup kemungkinan golongan senyawa yang mempunyai efek antiradang adalah flavonoid lipofil.5)
Kegunaan di masyarakat
Secara tradisional daun kumis kucing digunakan untuk memperlancar keluarnya air seni pada gangguan tanpa penyebab yang jelas, obat batu ginjal, tekanan darah tinggi, encok dan kencing manis.7,8,10,13)
Cara pemakaian di masyarakat
Mengobati amandel
Daun kumis kucing ¾ genggam, dicuci dan direbus dengan air bersih 3 gelas minum sehingga hanya tinggal kira-kira ¾ nya, sesudah dingin disaring lalu diminum ( 3 x sehari ¾ gelas minum).7)
Mengobati encok
Daun kumis kucing ¾ genggam, dicuci lalu direbus dengan air bersih 4 gelas sehingga hanya tinggal kira-kira ¾ nya, sesudah dingin disaring lalu diminum (3 x sehari ¾ gelas).7)
Dosis
Untuk diuretkum dipakai kurang lebih 25 gram daun segar atau yang sudah dikeringkan, direbus dengan 2 gelas air selama 15 menit, terhitung setelah air mendidih. Hasil rebusan diminum sehari dua kali 1/2 gelas pagi dan siang.9)
Deskripsi
Perawakan : Herba tegak, pangkal batang berkayu, percabangan dari pangkal, 0,4 - 2,0 m. Batang: bersegi empat, beralur, berambut pendek. Daun: tunggal, berhadapan, helaian bentuk bulat telur - bulat memanjang - lanset atau delta, pangkal decureut - runcing - tumpul, permukaan dengan bintik-bintik kelenjar, kurang lebih 10 cm x 0,75 - 5 cm, tangkai 3 cm. Bunga: susunan tandan, 7 - 29 cm, berambut, tangkai bunga berambut, 1 - 6 mm. Kelopak: pada waktu mekar 4 - 7,5 cm, berbibir, pada buah 12 mm, gigi bibir bawah berambut puti - ungu, 13 - 27 mm, tabung 10 - 18 m, bibir 4,5 - 10 mm. Mahkota: keluar dari tabung kelopak, tabung mahkota putih, berbibir, membengkok ke dalam. Benang sari: 4, panjang dua, tertancap di dasar. Biji: Coklat gelap.3)
Perawakan : Herba tegak, pangkal batang berkayu, percabangan dari pangkal, 0,4 - 2,0 m. Batang: bersegi empat, beralur, berambut pendek. Daun: tunggal, berhadapan, helaian bentuk bulat telur - bulat memanjang - lanset atau delta, pangkal decureut - runcing - tumpul, permukaan dengan bintik-bintik kelenjar, kurang lebih 10 cm x 0,75 - 5 cm, tangkai 3 cm. Bunga: susunan tandan, 7 - 29 cm, berambut, tangkai bunga berambut, 1 - 6 mm. Kelopak: pada waktu mekar 4 - 7,5 cm, berbibir, pada buah 12 mm, gigi bibir bawah berambut puti - ungu, 13 - 27 mm, tabung 10 - 18 m, bibir 4,5 - 10 mm. Mahkota: keluar dari tabung kelopak, tabung mahkota putih, berbibir, membengkok ke dalam. Benang sari: 4, panjang dua, tertancap di dasar. Biji: Coklat gelap.3)
Waktu berbunga
Januari - Desember
Distribusi
Di Jawa pada elevasi 5 - 900 m dpl., Di bawah penutupan, tidak begitu kering, tepi jalan, tepi aliran selokan, hutan jati dan bambu, di tanam di halaman untuk hiasan dan atau obat-obatan.
Keanekaragaman
Variasi morfologi sempit
Sifat khas
Bunga tandan, bunga duduk berkarang, putih, benangsari panjang seperti kumis kucing
Budidaya
Tumbuhan ini mudah diperbanyak dengan biji. Dalam 1 g biji berserat mengandung 2.500 biji, sedang yang tanpa serat mengandung 3000 biji. Daya kecambah biji cepat menurun, oleh karena itu akan lebih baik bila digunakan biji-biji yang baru (paling lama disimpan 1 bulan). Perbenihan perlu penyemaian agar tidak terlalu banyak yang mati karena kekeringan, rusak oleh terik matahari, terlalu basah atau lembab. Permukaan tanah persemaian dihaluskan dan sebaiknya dilapisi pasir setebal 2-3 cm, kemudian ditutup dengan lembaran plastik dan diberi atap pelindung. Jumlah benih yang diperlukan adalah 10 g tiap m persegi. 4-5 hari setelah benih disebar merata akan tumbuh. Setelah benih berumur 1 minggu, mulai diperjarang dan dicabut untuk dipindahkan ke lubang sebesar pensil yang dibuat di permukaan bumbungan-bumbungan (tinggi 5 cm dan berdiameter 3 cm) tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang yang dibungkus dengan daun. Tiap bumbungan diisi 1 bibit. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman pagi dan sore, memperjarang bibit dan memusnahkan bagian bibit yang mulai terserang penyakit. Setelah berumur 2 bulan, bibit dalam bumbungan sudah cukup besar dan kuat untuk ditanam di kebun; dua minggu sebelum ditanam bibit dalam bumbungan dipindahkan ke tempat yang lebih terang untuk melatih tanaman terhadap terik sinar matahari. Ukuran bibit pada waktu dipindahkan di kebun mencapai tinggi 3-5 cm, berdaun 4-5 helai, panjang daun 5-10 cm, lebar 2-3 cm. Ditanam pada tanah yang kering atau tegalan pada musim hujan. Penanaman pada musim kemarau akan berhasil bila dilakukan pada tanah yang memungkinkan untuk diairi (sawah). Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul 2 kali atau menggarpu 1 kali, meratakan tanah dan membuat saluran air di sekeliling petakan. Pda keadaan tanah yang kurang baik tata airnya dicangkul lebih dalam, lalu dibuat bedengan atau guludan dibuat lubang-lubang dengan jarak tanam 40-60 cm untuk ditanam bibit. Penanaman sebaiknya dilakukan setelah lewat tengah hari, agar tidak cepat layu (dianjurkan diberi naungan berupa daun atau batang pelepah pisang, terutama bagi bibt yang kurang terlatih terhadap terik sinar matahari selama di bumbungan; naungan sementara ini dilakukan selama 1-2 minggu). Pemeliharaan terdiri dari penyiraman atau pengairan bila 2 hari tidak turun hujan, penyiangan dilakukan 3-5 kali, pemupukan dilakukan pada umur 3 minggu dan bila perlu pada umur 8 minggu setelah tanam (34 kg nitrogen tiap hektar, peningkatan hasil 14%), dan dilakukan pemangkasan batang bunga agar daun dapat tumbuh lebih banyak. Pemanenan pertama dilakukan pada umur 2 bulan setelah tanam, selanjutnya dilakukan setiap 0,5 bulan sampai 1 bulan sekali, sampai tanaman berumur 3-5 bulan setelah tanam.
Gangguan hama dan penyakit umumnya serangan jamur karat (Puccinia sonchus arvensis) dan penyakit busuk pangkal batang atau busuk akar.1).
Pustaka
Anonim, 1977, Materia Medika Indo-nesia, jilid I, Departemen Kesehatan RI, p.102
Anonim, 1980, Materia Medika Indo-nesia, jilid IV, Departemen Kesehatan RI, p,90
Backer, C.A., & Bakhuizen, R.C.B., 1968, Flora of Java, Vol II & III, P.Noordhoff, Groningen.
Fujimoto, Takunori, Tsuda, Yoshisuke, 1972,"Isolation of myo-inositol from Kumis Kucing"., Yakugaku Zasshi, Vol. 92, N.8, p.1060-1061
Geurin J.C., Reveillere H.P., 1989, "Orthosiphone stamineus as a potent source of methylripario chromene A"., J.Nat.Prod., Vol 52, No. 1, p.171-173
Malterud, K.E; Hanche-Olsen, IM; Smith -Kielland, I; 1989 "Flavonoid from Orthosiphon spicatus"., Planta Medica 55 p.569
Mardisiswojo. S, Mangunsudarso R.H., 1965, Tjabe Pujang Warisan Nenek Mojang, cetakan I, penerbit Prapantja., Jakarta., P.45
Nadarni, A.K., 1952, Indian Materia Medica. Vol 3, Dhootapapeshwar, Prakashan Ltd., India., P.877.
Schneider, G; 1985, Parmazeutische Biologie 2. Aufl. BI-Wissenschafts-verlag Mannheim.
Sugati. S, Hutapea. J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia., Jilid I., Balitbang Kesehatan., Departemen Kesehatan RI. Jakarta, p.424-425.
Van Steenis, C.G.G.J., 1975, Flora untuk anak sekolah Indonesia, P.T. Pradnya Paramita, Jakarta.
Wahono, Sumaryanto, Peter Proksch, Victor Wray, Ludger Witte, Thomas Hartmann, 1991, "Qualitative and Quantitative Analysis of the Phenolic Constituents from Orthosiphone aristatus"., Planta Med., Vol 57, p.176-180.
Wichtl, M., 1994. Herbal Drugs and Phytopharmaceuticals, medpharm Scientific Publisher Stuttgart, p.358-359.
Yoon, Ji Won, 1996, American Chemical Society, Record 12: Diabetes prevention and treatment using gamma,-pyrones.
Zwaving, 1989, Mid Career Training in Pharmacochemistry., Joint Project between Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta and the Department of Pharmacochemistry Vrij Universiteit, Amsterdam.
Terima kasih, sangat membantu.. :)
BalasHapus